Sabtu, 25 Februari 2017

Bila Sudah Biasa

Ingat saat dahulu kamu dengan malu-malu  bilang cinta? Aku seperti benar-benar hidup didunia. Bagaimana tidak? Sebelum itu, aku hanya bisa mengintip wajahmu dari kejauhan namun tiba-tiba kamu sudah sedekat pelukan.

Ingat saat dahulu setiap waktu kamu menatapku? Saat itu, hidupku hanya berisikan bunga-bunga merah jambu. Asal kamu tau bahwa jatuh hati padamu adalah jatuh yang paling indah, tidak semenyakitkan jatuh dari sepeda. Hingga, setiap hari aku begitu ingin jatuh berkali-kali.

Ingat saat dahulu ketika kamu bilang senyumku selalu berhasil mendebarkan jantungmu? Aku jadi ingin terus tersenyum. Agar debaran itu hanya untukku. Agar hanya aku yang memiliki rasamu.

Ingat saat dahulu kamu mengirimku pesan setiap saat? Selalu ada ucapan yang menyejukkan di pagi hari, dan ucapan yang menghangatkan di malam nya.

Ingat saat dahulu kamu menelponku setiap malam? Menanyakan bagaimana kabarku, apa saja rutinitas yang aku lakukan dari pagi hingga sore, menyuruhku agar tak telat makan, berkata rindu selalu. Ah, rasanya aku perempuan paling bahagia di dunia.

Bagiku, dahulu indah. Membuatku lupa, bahwa ketika 'dulu' sudah berlalu. Semua tak akan sama (lagi). Karena aku baru ingat bahwa 'saat ini' pasti datang juga.
Saat dimana, jangankan menatap, tersenyum pun tak sempat. Saat dimana mengabari saja susah, apalagi untuk bercakap diujung telepon berjam-jam. Tak ada lagi aku yang ingin tersenyum setiap saat agar debaran jantungmu ribut berebut tempat. Saat itu juga hilang entah kemana.

Waktu, haruskah seperti itu? Berlari secepat yang kau bisa, hingga mengusangkan saat-saat yang indah. Waktu, tak bisa kah kembali ke masa 'dulu' saat semuanya baik-baik saja? Ayolah, aku rindu dia juga 'dulu'.

Dulu, semua cerita jadi seru. Bahkan meskipun itu tentang tugas akhirmu yang membuat penat, meskipun itu tentang keluhanmu saat hujan dan tempat kerjamu, meskipun itu tentang rewelanku saat ditinggal ke gunung olehmu. Sepele, iya hanya cerita sepele seperti itu yang akan terus berlanjut menjadi sejarah yang tak di buku kan. Lalu, saat ini apakah kita sudah kehabisan cerita? Tak adakah cerita seru lain yang menggantikan keheningan ini? Apa tak ada lagi cerita seru yang dulu sering kita bicarakan hingga larut malam? Sudah basi kah?

Kita lebih banyak membungkam suara daripada bercerita. Kita lebih sering memendam seluruh rasa daripada berkata. Kita lebih memilih menjadi asing daripada bercanda hingga bising.
Tak ada senyum yang mendebarkan, tak ada cerita yang menyenangkan, tak ada kita, tak ada dirimu, tak ada hari yang semeng-asyik-kan seperti dulu.

Kini tak ada lagi kamu yang menelponku setiap malam hanya sekedar berkata rindu. Tak lagi pesan penyemangat darimu. Tak ada lagi piring yang menjadi 'tempat pembuangan' sayuran yang tak aku makan. Tak ada lagi punggung tempatku bersembunyi dari hujan. Tak ada lagi kamu yang melirik spion motor saat menunggu lampu merah. Iya, sekarang tidak lagi dan sialnya aku setengah mati merindukan itu.

Kini semua bukan lagi tentang kita. Tokoh utamanya bukan lagi aku dan kamu, tapi hanya tentang dirimu. Iya, kamu dengan segala kesibukan yang berlalu lalang mengalihkan dirimu. Ah, aku baru tau bahwa manis bisa berubah jadi hambar tak memiliki rasa. Aku baru tau bahwa cinta juga bisa kadaluwarsa (Memangnya cintamu buatan pabrik mana bisa kadaluwarsa secepat ini?).

Sayang, aku tak menyalahkan dirimu jika kita tak se-asyik dulu. Mungkin aku yang membosankan. Mungkin kamu jenuh berjalan bersamaku. Mungkin duniamu lebih menyenangkan. Mungkin tujuanmu bukan aku, aku hanya figuran yang diajak berlari dan ditinggalkan ditengah jalan. Iya, kamu tak mengajakku sampai akhir. Kamu berhenti meninggalkanku dan berlari tanpa ada aku.
Dan aku telah sampai pada masa yang paling menakutkan ini; masa dimana senyumku tak lagi mendebarkan jantungmu dan tertawamu bukan lagi untukku.

Kalau sudah begini, jangan salahkan aku jika keacuhanmu membuat rasaku makin terkikis (hampir habis). Jangan tanya kenapa aku bisa berubah seperti sekarang. Jangan tanya kenapa dan ada apa.
Suatu hari jika kamu protes dengan diamku, jangan membenciku karena mungkin aku akan bertanya tentang kemana saja dirimu? Tentang aku yang tak pernah protes walau tak pernah jadi prioritas bagimu. Tentang mengapa disaat ku diam, dirimu mulai menyadari dan bertanya-tanya.

Siapa tau, sebentar lagi akan kita temui rasa selanjutnya. Masa yang lebih menyeramkan. Ketika kita akhirnya ikut kadaluwarsa juga. Ketika semua rasa akhirnya terasa biasa saja. Ketika aku mulai terbiasa tanpamu. Ketika ragamu masih bersamaku, tapi hati kita tak lagi jadi tempat yang dirindukan untuk segera pulang.

Sayang, aku pernah baik-baik saja sebelum mengenalmu, aku pernah bahagia sebelum bersamamu, aku pernah tertawa lepas sebelum bertemu denganmu. Tenang saja, jika memang Tuhan menginginkan kita untuk terus bersama, tak ada yang tak mungkin kan? Sejauh apapun kamu melangkah pergi, sekeras apapun kamu mencoba lepas, jika Tuhan ingin kita bersama, kita akan tetap bersama.


Kamis, 23 Februari 2017

Semoga Aku ...

Karena aku sangat mudah untukmu.

Kamu tidak perlu lelah berjuang, sebab aku tidak mungkin sampai hati membiarkan orang yang ingin memperjuangkanku berjuang sendirian.

Kamu tidak perlu repot membuat dirimu diterima, sebab aku selalu bersedia mengambil tanggung jawab untuk lebih dari menerima; memaafkan, melupakan, bahkan melepaskan.

Kamu tidak perlu pusing memikirkanku, sebab aku sungguh selesai dengan diriku sendiri, sebab masa depanku adalah rangkaian rencana yang bisa diganti, sebab ambisiku selalu (hanya) sekeras tangan yang menggenggam pasir, secukupnya mencukupkanku.

Kamu tidak perlu khawatir tentang apapun, sebab aku bisa mengikutimu kemanapun, aku bisa diajak berjalan, berlari, merangkak, aku bisa bertahan pada segala musim dan cuaca, bisa berteman dengan segala rasa.

Karena aku sangat mudah untukmu
Semoga kamu merasakannya, bahwa mudah didapatkan belum tentu tak berharga, justru itu adalah suatu hal indah yang setia padamu.

Semoga aku berarti untukmu.
Semoga.


Rabu, 22 Februari 2017

Sebagian Kecil

Kita ini siapa?
Kenapa mendadak tak enak begini?
Sebelum-sebelumnya kita ini hanya dua orang asing yang kemudian sok-sokan akrab, menceritakan ini itu, berpura-pura dekat, mencoba saling terpikat, seperti itu saja kan?

Lalu apa yang aku ributkan?
Tak masalah kan kalau kau menjadi asing kembali?
Menjadi tak akrab lagi, tak bercerita ini itu lagi, berpura-pura tidak pernah dekat, berpura-pura tidak pernah terjadi apapun, dan perlahan menghilang.

Bukankah itu hakmu?
Memangnya aku siapa berani-beraninya menuntut segala hal padamu?
Mungkin aku hanya sebagian kecil dari orang-orang yang perhatikanmu, teman ceritamu, tempat kamu berbagi, tak lebih dari itu.


Tidak Lagi

Kita tidak lagi saling bicara.
Entah siapa yang salah. Aku yang tak berani memulai, atau memang kau yang enggan menyapaku lagi.

Kita tidak lagi saling bicara.
Dan kau tau, sialnya aku malah merindukan saat kita bertengkar. Setidaknya aku menangis karena suatu alasan. Sedang saat ini, aku sendiri tak paham kenapa aku menangis. Bukankah kita tidak lagi saling bicara? Bukankah kau tidak menyakitiku? Tapi kenapa rasanya lebih menyakitkan?

Kita tidak lagi saling bicara.
Tapi kenapa perasaanku untukmu masih sama? Tak berkurang sedikit pun.

Kita tidak lagi saling bicara.
Kenapa?
Ke-na-pa?
K E N A P A ?


(Bukan) Aku

Sepertinya aku tak jadi yang paling dicari lagi
Iya, aku tak berkabar berhari-hari pun
Tak ada yang mencari

Sepertinya aku tak jadi prioritas lagi
Iya, sekarang entah menjadi yang keberapa
Kedua? Ketiga? Ke-sekian?

Sepertinya aku tak jadi yang selalu dirindukan lagi
Iya, mungkin rindunya bukanku lagi
Rindunya mulai pudar?

Sepertinya aku tak jadi tempatnya bercerita lagi
Iya, aku tak semenarik itu
Padahal telingaku selalu ingin mendengar ceritanya

Sepertinya aku tak jadi alasan untuk tersenyum lagi
Iya, aku tak secantik mereka
Dandan saja tak pernah

Sepertinya aku tak jadi tujuannya lagi
Iya, aku menjadi persinggahannya
Diseberang sana mungkin ada tujuan lain
; bukan aku