Minggu, 30 September 2018

Terimakasih Untuk Waktu Yang Tak Sebentar

Untuk pria yang dulu pernah berjanji akan menungguku hingga akhir. Bagaimana kabarmu sekarang? Semoga selalu baik-baik saja tanpa aku. Semoga selalu bahagia dengan perempuan yang kau perjuangkan dengan cara melepasku.

Untuk pria yang dulu pernah berkata takkan meninggalkan. Bagaimana dengan pekerjaanmu sekarang? Ku lihat, kau mulai terbiasa dengan jadwal kerjamu yang padat. Seringkali (dulu) kau mengeluh karena kelelahan. Semoga hari ini kau mulai terbiasa dengan segala rutinitasmu tanpa aku. Semoga perempuan yang kau bersamai ketika masih denganku, menjadi pendengar setia disetiap ceritamu.

Untuk pria yang dulu pernah berjanji untuk selalu membersamai. Bagaimana dengan hidupmu sekarang? Seberapa bahagia saat meninggalkanku begitu saja? Pernahkah berpikir ingin kembali? Mengulang segala hal yang pernah terjadi. Mengembalikan yang seharusnya tak perlu dibuang. Semoga perempuan yang (dulu) kau sembunyikan ketika bersamaku, tak pernah melakukan hal yang sama padamu.

Untuk pria yang (dulu) selalu menyempatkan menemuiku diwaktunya yang padat. Bagaimana dengan hobby mu sekarang? Masihkah berkeliling puncak nusantara? Jika iya, tidakkah rindu dengan rewelnya aku yang tak ingin ditinggal? Tidakkah rindu dengan aku yang (dulu) sempat kau ajak ke puncak Rinjani dan Kerinci? "Jadi gimana, sayang?" katamu. "Izin mama ya, aku takut kambuh kalau terlalu capek" jawabku. Kau menghela napas, "Iya, kan ada aku yang jagain kamu" jawabmu dengan tersenyum.

Untuk pria yang (dulu) betah duduk berlama-lama denganku. Bagaimana dengan kuliahmu sekarang? Aku lihat kau menggandeng perempuan yang kau temui diam-diam dengan berbohong padaku kala itu. Katamu, aku diminta untuk datang diwisudamu pertengahan tahun (2017) kemarin. Nyatanya, aku tak pernah datang dihari itu, karena posisiku telah digantikan oleh dia. Perempuan yang memasang senyum bahagia dengan merangkulmu.

Untuk pria yang (dulu) rela diguyur hujan hingga basah kuyup hanya untuk menemuiku. Tidakkah rindu dengan "Pojok Busana"? Tempat yang kita datangi untuk membeli pakaian. Kau memintaku untuk memilihkan pakaian yang akan kau kenakan. Aku rindu. Bagaimana dengan kabar Ibumu? Semoga ibumu selalu diberi kesehatan, aku tetap mendoakannya hingga sekarang. Sesekali, setiap aku pulang dari libur kuliah. Aku bertemu dengan Ibumu, hangatnya masih sama. Ibumu masih mengingat siapa aku, dan masih menanyakan bagaimana kabarku.

Untuk pria yang (dulu) sempat malu bertemu Ayahku. Yang entah dengan keberanian apa datang ke rumahku, tertawa bersama Ayahku. Bagaimana dengan dengan kebiasaan tidurmu yang selalu lewat pukul dua pagi? Pernahkah ada rasa rindu padaku? Rindu ditemani olehku hingga seringkali aku tertidur lebih dulu? Bagaimana dengan perempuan yang kau banggakan dibelakangku, apakah ia kuat menemanimu hingga pukul dua pagi bahkan lebih?

Untuk pria yang (dulu) pernah menggenggam erat tanganku. Bagaimana dengan hari-harimu sekarang? Pernahkah kau mengingat tempat dan jalanan yang (dulu) pernah kita lewati? Kursi pojok cafe dibilangan Kota Serang, Jajanan kaki lima, dan hal lain yang membuatmu mengingatku. Seringkali, setiap aku mendatangi tempat itu, aku kembali mengingat kamu. Betapa kita pernah ada di masa yang bahagia. Dulu sekali.

Andai bisa, aku tak ingin kita berakhir sesedih ini. Aku ingin kita terus bersama hingga nanti. Namun, sekuat apapun aku berjuang, jika bukan dengan kamu bahagiaku. Pada akhirnya akan terpisah juga. Aku tak menyesali apapun, hanya saja mengapa bukan aku tujuan akhirmu? Mengapa harus aku yang ditinggalkan? Mengapa kita yang harus berakhir?

Untuk yang terakhir.
Mas, terimakasih untuk waktu yang tak sebentar. Aku tak pernah menyesal memberimu cinta yang utuh, meski mungkin kau mencintaku hanya separuh. Aku bahagia di waktu yang tak sebentar kemarin, bagaimanapun kau pernah menemaniku di segala suasana. Kita pernah menjadi dua manusia yang bahagia ketika bersama, saling merindu ketika tak bertemu. Kita pernah berada di masa menyenangkan seperti itu.

Entah dengan keajaiban apa, semoga tulisan ini akan kau baca. Dengan begitu, kau akan tahu. Kau pernah ku cintai dengan sangat. Kau pernah ku perjuangkan dengan terlalu.

Tolong, bahagia selalu.
Dari perempuan yang hingga kini masih merindukanmu.


Jumat, 14 September 2018

Mengapa Harus Aku?

Bagiku membersamai kamu selama bertahun-tahun, bukanlah waktu yang sebentar. Banyak hal baik dan kenangan manis yang terjadi. Dan mungkin akan sulit untuk dilupakan, nantinya.

Menyudahi hubungan yang sedari awal memang baik-baik saja, bukanlah hal yang mudah. Aku berperang melawan hati dan logika. Bertanya pada diri sendiri berkali-kali, kenapa bisa terjadi? Ada yang salah denganku? Atau sudah menemukan titik jenuh yang membuat muak jika terus dipertahankan? Mungkin iya. Aku tak pernah tahu, hingga kini.

Ku pikir semuanya akan tetap baik-baik saja hingga akhir. Ternyata, kamu kelelahan sebelum waktunya. Aku ditinggalkan tanpa penjelasan apapun. Bahkan hingga kini, alasan yang membuatmu pergi pun aku tak pernah tahu. Yang ku tahu, kamu hanya berpesan untuk mencari seseorang yang lebih baik darimu. Memangnya menghabiskan waktu bertahun-tahun bersamaku kamu merasa bukan orang baik? Lantas, yang membersamai ku kemarin siapa? Kamu memakai topeng apa untuk berada di sisiku? Memangnya kamu tak menyadari, jika aku membersamaimu dengan sungguh? Memangnya kamu tak mengerti, jika aku mencintaimu tidak separuh?

Saat ingin mengakhiri semua ini, kamu berpikir atau tidak? Kenapa mudah sekali mengakhiri sesuatu yang diperjuangkan dengan sungguh? Memperjuangkanmu selama bertahun-tahun, tak pernah mudah bagiku. Aku lebam disegala sisi, aku patah disegala ruang. Kamu tak pernah tahu, karena aku tak pernah (berani) bercerita padamu. Kamu hanya tahu, membersamai mu aku selalu bahagia. Tapi kau salah besar, sayang. Yang terlihat baik-baik saja diluar, belum tentu baik-baik juga didalamnya.

Hal lain yang tak pernah ku mengerti hingga kini adalah, kamu pergi begitu saja. Tanpa pernah menjelaskan apa salahku, mengapa kita berakhir, dan mengapa kita menjadi manusia yang saling asing pun aku tak pernah tahu apa alasannya. Terkadang aku merenung, lama sekali. Mengapa ini bisa terjadi? Kenapa harus terjadi pada rasa yang sedang ku perjuangkan dengan sungguh? Kenapa yang tersakiti harus aku?

Aku tersadar, mungkin ini cara Tuhan menyelamatkan ku dari seseorang yang memang bukan untukku. Aku hanya ditugaskan menemaninya sebentar, bukan untuk selamanya.