Hai Februari, kita bertemu lagi. Mungkin kau yang paling tahu, apa yang kurasakan akhir-akhir ini. Merasa hampa walau sebenarnya baik-baik saja.
Yang kurasa Februari tak lagi menyenangkan. Aku selalu sesak ketika mengingat bahwa kini Februari harus kulalui seorang diri. Tak ada dia, tak ada lagi kejutan di sebelas Februari.
Sebenarnya, bisa saja Februari kulalui dengan bahagia. Namun, aku masih terbiasa dengan Februari yang kulalui dengannya. Aku terbiasa dengan temu dipenghujung Februari. Ingin lupa, tapi tak pernah bisa.
Februari, apakah masih ingat? Tentang puisi panjang yang ia tuliskan untukku? Tentang tulisan-tulisan betapa bahagianya ia bersamaku, tentang segala doa yang ia semogakan. Aku masih menyimpannya dalam sebuah kotak, kutempatkan di sudut ruangan tak terlihat, hingga tak kukenali lagi, hingga usang. Aku membiarkannya, karena kupikir akan lupa, tapi tidak.
Aku pernah menulis namanya didaftar rencana, merapal doa agar terus bersamanya. Ketika aku menemukan, semuanya seperti sia-sia, ia bersama seseorang lain. Tentu aku sadar diri, dan memilih pergi, meski rasanya membuatku ingin mati.
Februari, aku pernah mencintainya. mempertahankan sekeras yang kubisa. Walau pada bagian akhir yang kudapat hanya kecewa, tak apa. Aku tangguh, pernah memperjuangkannya dengan sungguh. Aku tangguh, meski akhirnya tak menjadi utuh.
Bantu aku ya, Februari.
Bantu aku merapikan segala rasa yang masih tersisa, bantu untuk membiasakan diri tanpa hadirnya.
Februari 2021
ayuiyuky—