Senin, 17 Januari 2022

Sebuah Pengakuan

Hai, semoga tulisan ini sampai padamu, walau entah kapan tapi semoga saja.

Sepuluh tahun lalu, tidak, lebih tepatnya sampai sekarang aku masih menyukaimu. Jika ditanya mengapa, aku tidak tahu, tak ada alasan.

Kupikir akan berhenti setelah sekian lama, tetap saja, rasa yang kupikir akan berakhir ternyata menetap hingga akhir. Perihal mengapa betah sekali, aku tak mengerti.

Kukira akan biasa saja setelah sekian lama, tetap saja, aku tak pernah berhasil melupa. Semua cara yang kulakukan adalah sia-sia, kamu menetap di kepala.

Jangan terbebani, aku tak meminta apapun. Kamu ataupun hatimu, aku tak bisa memaksanya, kan? Karena memilikimu adalah percuma jika memikirkanku saja kamu tidak.

Kamu tahu, tentu saja. Bagaimana mungkin tidak tahu, jika dengan jelas kutunjukan rasa. Meski terkadang aku berpura-pura, dan bersikap biasa saja. 

Berulang kali membiarkan siapa saja mengetuk hati, tetap saja terkunci. Aku tak bisa jika bukan kamu. Karena nama yang tak pernah absen kulangitkan adalah kamu, dengan pinta yang entah akan dikabulkan Tuhan atau tidak.

Pernah suatu ketika aku membersamai seseorang, tapi yang kurindukan tetap kamu. Pernah suatu ketika aku menggenggam seseorang, tapi yang kupikirkan tetap kamu. Aku tidak tahu, mengapa yang berotasi di kepala selalu kamu.

Bagaimana sekarang? Kamu tetap memiliki tempat tersendiri di dalam hati, tentu tak ada yang mampu menggeser posisi. Sejauh apapun berlari, aku selalu kembali. Sekeras apapun usahaku melupakan, kamu tetap kuingat, lagi dan lagi.

Jadi, apa artinya jika hanya kamu yang aku langitkan? Apa artinya jika hanya kamu yang membuat rasaku bertahan selama ini? Apakah kamu memang digariskan untukku? Namun jalannya saja yang terjal? Tak apa, seterjal apapun akan kulewati, jika akhirnya denganmu lah aku menghabiskan sisa hidup.

Sampai disini saja, Tuan.
Tak akan selesai jika ku ceritakan semuanya.
Yang perlu kau tahu adalah, aku mencintaimu; masih dan selalu.

ayuiyuky—