Senin, 22 Januari 2018

Kepada Rasa Yang Belum (Pernah) Bertemu

Hati, apa kabar hari ini? Sudah membaik kah? Atau masih terasa nyeri karena luka yang teramat menyakiti dimasa lalu? Masih lebam kah? Semoga tidak ya. Semoga sekarang semuanya baik-baik saja, kembali normal seperti semula; bicaraku di depan cermin.

Setelah hampir setahun bergelut dengan segala macam rasa; setelah hampir setahun berperang melawan nyeri yang menyakitkan; setelah hampir setahun mencoba melupakan segalanya; bagaimana? Apa yang kau rasa (hati)?

Detik ini, aku tahu. Hatiku belum sepenuhnya pulih. Kupikir masih terdapat goresan luka yang membekas dan sulit dihilangkan. Aku saja tak tahu kapan hatiku benar-benar pulih. Mungkin, akan memakan waktu yang cukup lama. Karena luka yang ku dapat, membuat lebam dan terkoyak.

Detik ini, aku tak mengerti rasa apalagi yang kurasa. Aneh sekali, begitu menggebu dan sulit dikendalikan. Bertemu saja belum, bertatap mata dengan nya saja tak pernah, apalagi berbicara berdua dengan intens. Aku hanya mengenalnya di sosial media. Dan sesekali saling menanyakan kabar. Ah, itu saja sudah membuatku gila.

Kurasa, aku tak perlu terlalu serius dengan ini. Aku takut dengan kejadian sebelumnya. Aku yang begitu mengupayakan, dengan teganya dia lenyapkan. Aku yang dengan susah payah menggenapkan, dengan mudahnya dia menunggalkan. Bukankah menyakitkan?

Kepada rasa yang belum (pernah) bertemu. Bersabarlah, mungkin nanti atau setelah nanti akan dipertemukan dengan cara yang tak terduga, dengan cara yang tak disangka-sangka. Detik ini, cukup terus memperbaiki diri. Percayalah, tak ada yang tak mungkin untuk Tuhan.

Hai, Tuan.
Semoga segera dipertemukan.
Aku menunggu perjumpaan nyata.


Jumat, 05 Januari 2018

Mengapa Tidak Aku Saja Yang Menyakitimu?

Jujur saja semenjak kepergian mu hari itu aku mulai sedikit lebih malas dari biasanya. Aku malas menjalani hari-hariku yang begitu-begitu saja. Sepanjang harikuu telah kulewati tanpa ada langkahmu mengiringi suara sepatuku. Seluruh napasku telah terbuang percuma sebab tak ada kamu lagi di dekatku. Aku harus berjalan jauh sendirian tanpa arah. Tanpa ada kamu menguatkan tubuhku ketika aku mulai lemah.

Hari-hari memilukan itu membuatku begitu tak berdaya. Aku lemah tanpa ada kamu di dalam dada. Ketika kamu memilih untuk tidak lagi ada. Segala upayaku membahagiakanmu seakan tiba-tiba hancur. Rencana ke depan yang sudah semenjak dulu kita atur. Tiba-tiba harus berubah tak teratur. Apa mencintaimu harus membuatku menjadi seperti ini? Aku linglung tiap kali aku mencoba berdiri. Tak kuasa menahan segala sepi yang membenamkan ke dalam hati.

Sungguh, aku begitu malas jika tanpa kamu harus menjalani hidup. Perjalanan panjang ku tanpa kamu hanyalah langkah-langkah sunyi yang kulewati dengan cahaya redup. Aku harus berulang kali terpeleset jatuh. Agar bisa sampai ke titik terjauh. Titik ketika aku akan menemukanmu kembali. Meski tujuanmu menungguku di sana hanya untuk kembali meninggalkanku pergi. Aku seseorang yang sunyi tanpa ada kamu yang menggenapi.

Kekasih. Tidakkah kamu ingin menyadari bahwa menyakiti seseorang yang begitu mencintai kamu hanyalah kebahagiaan untukmu saja? Aku di sini harus terluka teramat dalam. Malam-malam panjangku menjelang pejam. Andai bisa memilih, mengapa tidak aku saja yang menyakitimu dan meninggalkanmu pergi saat kamu sedang cinta-cintanya? Mengapa aku tidak memilih mencintai pria lain yang lebih baik dari kamu? Nyatanya Akau menyadari, bahwa aku tak pernah memiliki kemampuan lebih melakukan itu.

Luka - Eka Lesmana


Kau Tidak Pernah Benar-benar Pergi

Kepada yang sudah pergi.

Aku sungguh ingin kau mengetahui beberapa hal penting ini. Anggaplah, ini adalah sebuah pengakuan paling jujur yang kubuat, setelah tak lagi ada kau di sampingku. Bukan, ini bukan bertujuan agar aku jadi orang yang akan kau kasihanilah. Namun agar kau tahu, bahwa kehilangan seorang yang begitu dicintai, adalah luar biasa sulit. Kelak, pada siapa pun nanti, kumohon jangan seenaknya datang, lalu pergi.

Tahukah kau, bahwa bagiku yang pergi hanya sosokmu. Namun kenangan dalam kepalaku, tidak. Yang kuhapus hanya pesan-pesan dan nomor teleponmu. Namun, inginku mendengar suaramu, tidak.

Apakah di sini aku sudah nampak begitu memprihatinkan?

Pernahkah terpikir sejenak saja dalam benakmu, bahwa bagiku, yang hilang dari rumahku hanya bayanganmu. Namun, undangan dari dalam hati untuk selalu melihat sosokmu, tidak. Sesekali, aku masih mencuru waktu untuk melihat foto-fotonya.

Apakah dengan ini, kau sadar betapa kau kurindukan?

Bagiku, yang hilang dari tempat favorit kita, hanya sosokmu saja. Hanya ragamu saja. Karena aku masih selalu setia mengunjunginya, sekadar mengingat-ingat kembali apa yang sudah kita lalui di sini. Begitu banyak. Begitu banyak, dan aku tak rela melupakannya begitu saja.

Pada akhirnya, aku sampai pada sebuah kesimpulan. Barangkali, yang begitu cinta, hanya aku. Sedangkan kau, tidak.

Tia Setiawati – Perempuan Penggenggam Rindu.


Rabu, 03 Januari 2018

Kamu Adalah Pengkhianat Yang Tidak Ingin Lagi Aku Ingat

Ada satu hal yang tidak pernah bisa aku ikhlaskan ketika kamu tiba-tiba meniadakan. Yaitu kata-kata manis mu dulu, yang selalu membekas di ingatanku. Katamu, jika kelak masing-masing kita memang harus saling menjauhi, kamu tidak akan lagi mencari seorang pengganti. Katamu, kamu akan tetap sendiri sampai akhir nanti. Sebab, kamu merasa tidak ada yang sempurna dari cinta yang sementara ini. Sampai tiba saatnya ada kata 'halal' nanti.

Namun apa nyatanya. Kamu tiba-tiba memiliki seorang kekasih. Kamu berkhianat pada dirimu sendiri. Kamu mengingkari semua janji-janji yang pernah sama-sama kita sepakati. Apa kamu lupa pada janjimu sendiri? Apa aku harus berulang kali mengingatkanmu lagi. Semua sudah percuma sebab kamu bukan lagi seseorang yang bisa ku percaya. Kamu adalah pengkhianat yang tidak ingin lagi aku ingat.

Jujur, aku tidak apa-apa jikalau memang kamu sudah bosan dengan aku. Aku tidak apa-apa jikalau memang keadaan memaksamu menjauh. Jikalau kamu memang ingin fokus pada tujuan yang hendak kamu capai. Aku akan baik-baik saja meskipun harus berjuang sendiri. Aku akan tetap bersabar menunggumu pulang nanti sebagai seseorang yang selalu kuingini di dalam hati. Namun, jikalau semua sudah terjadi seperti ini, kamu hanya memaksakan hatiku untuk menjadi seorang pembenci.

Memang, sampai saat ini aku tidak pernah memintamu menjelaskan perihal janjimu itu kepadaku. Mungkin memang kamu sudah lupa dengan segala hal yang pernah kamu ucapkan. Atau, kamu hanya pura-pura lupa saja. Bagiku, itu semua sudah tidak mengapa. Aku akan tetap memaafkanmu, bahkan ketika kamu tidak meminta maaf sekali pun. Semoga hidupmu dengan kekasih barumu itu akan baik-baik saja, berjalan apa adanya. Semoga kamu tidak pernah dikecewakan dengan cara yang sama, seperti caramu menyakitiku dengan segala luka.

Luka - Eki Lesmana


Kamu Memilih Berhenti Berjuang

Aku telah memahami banyak hal dari apa-apa yang sudah kita lalui. Segala perjalanan panjang yang telah susah payah kita lewati. Bahwa membangun cinta pada usia kita, bukan perihal aku dan kamu saja. Bukan soal bagaimana cara terus menerus berjalan berdampingan. Namun, tentang bagaimana dan menjadi apa kekasihnya di masa depan. Aku tahu bahwa semua itu perlu. Sebab, sebuah kepastian tidak perlu lagi ditunggu. Aku yang terus berjuang mati-matian demi kamu. Dan, kamu yang tetap saja resah menunggu ketidakpastian dari aku.

Maafkan aku apabila selalu membuatmu resah dan gelisah. Segala hal yang kuperjuangkan hanya agar kamu segera bahagia. Tidak ada maksud untuk membuatmu menungguku dengan sia-sia. Jikalau memang kamu mulai meragukan aku dengan segala rencana yang telah aku tata. Aku paham, bahwa bagimu aku memang bukan seseorang yang bermakna. Aku bukan seseorang yang menjadi apa-apa. Aku hanya bermodal cinta saja, yang setia menjagamu dari malam hingga pagi buta.

Harusnya aku memahami dari dulu. Bahwa segala hal yang telah kuperjuangkan. Hanyalah kesia-siaan yang terhenti ditengah jalan. Kamu menyerah pada banyak hal yang telah kita cita-citakan. Lalu, memilih orang lain yang penuh dengan kepastian. Yang selalu bisa kamu bangga-banggakan disetiap keberadaan. Wajar memang. Sebab, aku hanyalah orang yang mencintaimu dengan banyak kegagalan. Namun, satu hal yang perlu kamu camkan. Aku tidak akan berhenti disini sebab kamu memilih pergi. Jika kelak kita dipertemukan kembali. Aku tidak ingin mengulang apapun yang telah kita lalui. Cukup sampai disini luka itu kita sudahi.

Sakit memang rasanya. Seseorang yang telah kujaga dari senja ke senja. Tiba-tiba memilih hilang entah kemana. Meninggalkan perih di dalam dada. Menanggalkan segala bahagia yang sama-sama kita jaga. Kamu seolah lupa, kita pernah sama-sama  terluka dan berjanji untuk saling menyembuhkan juga. Kini, bagiku kamu hanyalah seseorang yang mudah menyerah dan memilih berhenti berjuang. Memilih hati lain sebagai tempat singgah, lalu mengaku sebagai pemenang.

Luka - Eki Lesmana