Pria pendaki; kamu.
Setiap kali kamu pamit mendaki, aku hanya mengiyakan walau sebenarnya berat. Perempuan yang kamu tinggalkan mendaki ini selalu cemas dengan keadaanmu, kamu selalu susah untuk makan. Mas, perempuan ini (sangat) nyaman berada di dekatmu bahkan bahagia bisa mengenalmu.
Boleh sedikit menengok yang lalu? Iya, saat pertama bertemu pun kamu sudah berhasil membuatnya gugup dan salah tingkah. Senang, malu, semua nya bercampur saat itu. Sejak itu entah karena apa, rasa nyaman itu hadir. Rasanya sehari saja tak ada kamu, selalu datang rindu yang menggebu, ada rasa kehilangan.
Tuhan, aku jatuh cinta pada pria pendaki itu. Entah apa sebabnya, rasanya seperti terhipnotis saat bersamanya. Iya, tak banyak yang bisa dijelaskan dengan kata saat bersamanya, yang aku tau hanya nyaman dan bahagia saat bersamanya. Seketika ingin sekali menghentikan waktu saat bersamanya, aku rasa waktu terlalu egois; berputar sangat cepat. Waktu tak mengerti dengan rindu yang ada, waktu tak paham dengan jarak ratusan kilometer yang harus dilewati, waktu hanya tau ia harus terus berputar tanpa peduli dengan rindu.
Tetap seperti ini Mas, tetap seperti pria yang pertama kali ku kenal, tetap seperti pria yang tak pernah jenuh dengan rewelnya perempuan ini, tetap seperti pria yang dulu. Semoga kamu tidak seperti dia yang dengan mudahnya pergi tanpa pamit. Semoga kamu tidak seperti dia yang dengan entengnya menyudahi hubungan tanpa penjelasan jelas. Semoga kamu tidak seperti dia yang dengan tega pergi saat perempuan ini sedang berada di puncak cintanya. Semoga kamu tidak seperti dia yang bisa-bisa nya meninggalkan semuanya tanpa rasa bersalah. Semoga kamu mampu bertahan dengan perempuan rewel ini😁
Ah, terlalu banyak 'semoga' yang dipinta.
Di pagi sedingin ini, perempuan ini rindu kamu!
0 komentar:
Posting Komentar