Rabu, 01 November 2017

Waktu Kita Saja Yang Tidak Tepat

Aku tidak memilihmu bukan karena tidak baik, bukan karena kamu tidak pantas dipilih. Pahamilah, urusan perasaan bukanlah baik atau pantas semata, tetapi ada hal lain yang tidak bisa dijelaskan. Dan aku tidak punya hal yang tidak bisa dijelaskan itu padamu.

Aku sama sekali tidak merasakan adanya sesuatu yang bisa membuatku menerimamu. Mengertilah, tidak semua orang yang ditolak adalah orang yang buruk. Terkadang, semua hanya perkara tepat dan tidak tepat. Kupikir, persoalannya ada disana. Kamu baik dan layak, tetapi kurasa kini bukan saat yang tepat kujadikan kita.

Jangan berkecil hati hanya karena tidak diterima. Bisa saja nanti kamu akan menemukan seseorang yang lebih baik dari apa yang kamu lihat pada diriku. Aku hanya tidak siap mencoba menjalani sesuatu yang tidak membuat hatiku nyaman. Teruskan lah langkahmu agar menemukan hal terbaik.

Jangan menungguku, sebab itu mungkin akan sia-sia saja. Aku harus mengakui, bahwa padamu tak ada satu pun rasa. Kamu tidak perlu merasa kalah. Kamu etap bisa menjadi pemenang, hanya saja bukan pemenang hatiku. Menangkan lah hati seseorang lain. Seseorang yang bila berada di dekatmu, hatinya bergetar tak menentu. Bila jauh darimu, rindunya menggebu-gebu.

Tak perlu menyalahkan dirimu sendiri. Sebab, seandainya kita memaksakan untuk menjalani ini, tentu tidak akan berlangsung sepenuh hati. Apalah artinya jika kamu kuterima, tetapi hatiku tidak pernah benar-benar kamu punya. Mungkin lebih baik begini, walau akan ada sedikit kecewa. Semoga saja tidak akan berlangsung lama.

Aku tau kamu hebat menjalani hari, maka berjalanlah, berjalanlah lebih jauh lagi. Hingga ada seseorang yang merasakan rindu bila kamu dan dia tidak bertemu. Seseorang yang merasa bahagia saat menatap matamu suatu ketika. Jangan hiraukan aku, melangkahkan dengan perasaanmu yang seharusnya. Kamu harus bahagia tanpa pernah menjadi kita.

Aku akan melanjutkan hidupku juga. Mungkin dengan seseorang yang ku temukan atau yang menemukanku. Mungkin dia tidak sebaik kamu, tidak sehebat kamu, tetapi dia bisa menghadirkan rasa rindu didadaku. Percayalah, jatuh cinta tidak semata perkara tampilan luar tubuh belaka. Jatuh cinta adalah jatuh dalam jiwanya. Aku ingin mencintai seseorang yang membuatku merasakan semua itu. Seseorang yang tidak peduli sedang hujan atau panas, dan tetap saja membuat aku rindu setiap hari.

Boy Candra
Jatuh dan Cinta


Jumat, 20 Oktober 2017

Kepada (Aku) Yang Berkali-kali Jatuh

Pastikan tidak ada alasan untuk menyerah. Yang jatuh berkali-kali, akan lebih tangguh saat berlari. Yang rapuh suatu hari, akan tangguh dimasa nanti. Cukup sedih sekedarnya.

Kamu (aku) yang berkali-kali jatuh, tumbuhlah lebih utuh. Berjalanlah lebih jauh. Temui kisah-kisah yang baru. Pahamilah dengan baik, kamu (aku) tidak akan dilahirkan tanpa harapan. Setiap kelahiran adalah harapan; doa bagi semesta. Gapailah apa yang kamu impikan dengan semestinya. Hidup tanpa semangat hanya akan menyisakan kenangan buruk yang tersemat. Jika suatu waktu kamu (aku) kalah, pastikan itu hanya awal untuk tidak menyerah.

Patah hati, diremehkan, dianggap kecil, tidak berguna, bahkan dianggap tidak ada, bukanlah masalah besar untuk seorang yang mempunyai impian besar. Fokuslah pada usaha-usaha yang membuatmu semakin tumbuh besar. Taklukan satu per satu hambatan. Jalan tidak selalu mulus, tetapi niat yang tulus adalah amunisi bagi diri; sesuatu yang akan mengantarkannya mencapai cita-cita yang lebih tinggi.

Kepada kamu (aku) yang sering dianggap lemah, jangan sedih dan berkecil hati. Jawab saja nanti saat semua sudah terbukti. Tak ada guna keras suara kepada yang suka mencela, cukup tegaskan saja dengan sikap. Nanti, saat kamu sampai dipuncak tertinggi, mereka yang akan malu sendiri. Percayalah, hal baik selalu dimulai dengan usaha yang baik. Dan hal buruk selalu menghasilkan sesuatu yang buruk.

Boy Candra
Jatuh dan Cinta


Jumat, 13 Oktober 2017

Satu Dari Banyak

Pernahkah kau merasa bahwa kau tak hanya satu-satunya? Pernahkah kau benci pada diri sendiri karena menganggap bahwa bagimu, dia adalah satu-satunya? Pernahkah kau mencoba berubah, untuk perubahan yang tak kunjung ada di dalam benaknya?

Kalau aku; pernah.

Aku tak menyangka, apa yang sudah aku usahakan untuk mengubah hal itu, ternyata kau juga melakukannya. Ternyata selama ini aku bukanlah satu-satunya. Aku adalah satu dari sekian banyak tempat singgah yang kau coba pertahankan. Pengisi waktu, ketika cintamu pergi dan kau kesepian seorang diri.

Entah ketika saat kau sedang bosan. Entah ketika kau rindu untuk digemborkan. Namun yang jelas, aku adalah satu dari orang yang kau cari untuk membunuh rasa bosan.

Kata yang pernah kau ucapkan padaku malam itu, ternyata kau mengucapkan nya juga ditempat lain. Rasa rindu yang kau utarakan kepadaku pagi itu, ternyata kau utarakan juga pada sosok yang lain. Tempat pertama yang kau datangi bersamaku itu, ternyata kau mengaku bahwa kau tahu tempat itu bukan dari aku- kepada orang lain.

Aku tak ingin terlalu menyalahkanmu. Mungkin ini adalah akibat dari aku yang tidak terlalu memperhatikan mu. Atau mungkin, ini adalah akibat dari kamu yang terlalu ingin diperhatikan?

Tapi, jika aku adalah salah satu dari banyaknya tempat singgahmu, mungkin jika kehilangan aku, kau tak akan pernah tahu.

--
Brian Khrisna
Merayakan Kehilangan


Jumat, 25 Agustus 2017

Nyatanya, Aku Gagal Menyelam di Palung Hatimu

Aku pernah berusaha keras memahami semua tentangmu. Walau kenyataannya aku tak pernah berhasil dengan sempurna memahami segala hal tentangmu. Selalu saja ada bagian dan hal yang tak mampu ku pahami. Dan betapa lucunya, aku tak pernah menyesal karena hal itu. Justru, saat itu berulang kali ku lakukan semuanya diam-diam, tanpa sepengetahuanmu, semuanya ku tutup dengan rapat tanpa ada yang tahu, termasuk kamu. Sudah ku ceritakan diawal, aku perempuan kuat untuk perihal menunggu; apapun.

Begini, aku pernah berusaha sekuat tenaga menyelam lebih dalam di palung hatimu. Walau sebenarnya semua usahaku tak pernah menemukan titik temu. Yang ku lihat hanya bayangan, semuanya terlihat abu-abu. Namun bodohnya, aku terus saja menyelam lebih dalam lagi dan lagi. Aku membayangkan berubah menjadi  Monster laut dalam "Anglerfish" yang mampu bertahan di tempat terdalam dilautan. Namun, aku tak sekuat dan setangguh monster itu, dia mampu beradaptasi dengan sempurna di kegelapan dan keheningan yang begitu luar biasa. Dan aku tak bisa seperti itu. Aku tak suka dengan gelap, karena membuatku sesak. Aku tak suka dengan keheningan, karena membuatku kesepian. Semakin dalam aku menyelami hatimu, semakin banyak tekanan yang ku rasakan. Rasanya pembuluh darahku pecah; berdarah-darah; dan hampir mati ketika aku berada di palung hatimu.

Pada akhirnya, segala hal yang dari awal selalu ku banggakan, akan ku biarkan segalanya menghilang bagai asap rokok yang menggantung di udara. Untuk segala hal yang dari awal ku genggam erat, akan ku lepaskan dengan mudahnya seperti pasir yang tertiup angin. Untuk segala hal manis dan kenangan manis masa lalu, selamat tinggal. Aku pergi, tak akan menoleh lagi. Jika suatu saat dipertemukan kembali, tak usah lagi bertegur sapa. Cukup sampai disini saja.

Aku memutuskan untuk tidak menyelam lebih dalam lagi. Aku menyerah dengan semuanya termasuk kamu. Nyatanya aku benar-benar gagal menyelam lebih dalam di Palung hatimu.

-------------
Yuki
Serang, 14.20 WIB
25 Agustus 2017
Terinspirasi dari Mata Kuliah Fisiologi Hewan
-------------


Rabu, 19 Juli 2017

Cara (Pergi) Yang Salah

Jika harus ku ceritakan, kau bukan lelaki romantis; jarang sekali bersikap manis. Namun, kau pandai merangkai kata yang selalu membuatku luluh. Semarah apapun, sekesal apapun, selalu; kau selalu berhasil membuatku tersenyum kembali. Ah, (dulu) rasanya bahagia sekali. Awal mengenalmu; saat itu hatiku sedang patah; terluka parah; berdarah-darah karena cinta yang salah. Kau datang membawa kenyamanan berbeda. Akupun jatuh dalam pelukanmu. Hingga duatahun lamanya kita bersama. Namun, yang kurasa kita tak pernah benar-benar bersama, hanya aku dan bayanganmu. Kau ingat? Kau pernah menjanjikan bahagia yang tanpa tangis, namun kau malah membuatku menangis semalam suntuk. Kau juga berjanji takkan menyakitiku, nyatanya kau menyakiti bahkan merusak hatiku.

Apa harus ku ceritakan ulang? Apa harus ku jelaskan pada semua orang? Apa harus ku beberkan keburukanmu? Sayangnya, aku tak sejahat itu. Aku tak diajarkan berbuat sekejam itu oleh Ibuku. Beruntung sekali dirimu. Berbanggalah, aku tak seperti kebanyakan perempuan diluar sana. Aku tak pernah menuntut apapun, aku tak pernah meminta ini itu, aku masih bisa menerima walau aku tak pernah jadi prioritasmu. Aku hanya meminta waktumu sebentar, tak lebih. Ah tapi, kau selalu sibuk dengan duniamu. Kau selalu asik dengan teman-temanmu. Aku hanya figuranmu, dibutuhkan ketika kejenuhanmu datang.

Bukan, aku bukan terlambat menyadari, bukan tak mengetahui apa-apa. Aku tahu segalanya, sungguh. Hanya saja, aku berpura-pura semuanya baik-baik saja. Aku berpura-pura tak terjadi apa-apa. Bodohnya, aku bertahan dengan keadaan gila itu selama empat bulan lamanya. Harusnya, saat ku sadar kau mulai berubah, aku bergegas menguatkan hati. Harusnya saat kau mulai menghilang, aku bersiap untuk mundur. Salahku, mengunci mulut tanpa berani bertanya apapun. Hingga akhirnya, aku menyakiti diriku sendiri. Aku belum menyiapkan hatiku, tiba-tiba kau datang dan pergi, kau berlari tanpa memberi aba-aba, kau pergi tanpa mengucap pamit. Ku pikir, kau lelaki dewasa. Nyatanya, kau tak lebih baik dari bocah ingusan. Benar kata orang, umur bukan lah patokan dewasa. Aku tertawa mengingatnya.

Begini, aku membersamaimu selama 2tahun memangnya tak menghabiskan waktuku? Memangnya tak menguras tenagaku? Kau pikir, aku selalu baik-baik saja? Kau salah besar jika selama kurun waktu 2tahun tersebut, menganggap aku dan semuanya baik-baik saja? Kau pikir, yang kau berikan kebahagiaan saja? Lalu, saat kau (tak menyadari) memberi luka, kau tak ingat? Haha, manusia lucu! Topengmu banyak, berganti setiap hari. Aku (bodoh) tak menyadari apapun. Ya, aku tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan perempuan (perebut) itu. Dia cantik, (mungkin) sempurna untukmu. Dan aku, kalah telak olehnya, tak apa. Dan Mas, apakah itu yang kau sebut cinta? Ketika kau masih denganku, namun kau tertawa dengan perempuan lain. Semuanya berubah, kamu; sikapmu. Hey, aku tak sebodoh itu mengartikan sikapmu yang mendadak berubah.

Harusnya jika kau menemukan cinta yang baru; jika kau mendapatkan kenyamanan yang baru; jika memang denganku tak kunjung kau temukan bahagia; harusnya bicara saja sejujurnya. Katakan saja kau tak mencintaiku lagi; katakan saja tak ada rasa sayang lagi; katakan saja kau bosan dan jenuh bersamaku. Perlu kau tahu, aku takkan memaksamu untuk terus bersamaku jika pada kenyataannya kau tak bahagia. Aku tak sejahat yang kau pikirkan. Apa kau tak ingat? (Dulu) kita,  tepatnya kau pernah berkata 'tak ada yang harus ditutupi, terbuka saja semuanya' kenyataannya kau tak (pernah) menepati apa yang kau ucapkan.

Aku tak menyalahkan kau mencintai perempuan (perebut) itu. Hanya saja, cara pergimu yang salah. Kau terlalu egois; tak mau memikirkan hati orang lain. Kau serakah; kau dengannya, namun denganku kau enggan melepaskan, enggan menyudahi hubungan. Kau sebut kau lelaki? Ah sudah, aku sudah (sangat) merelakanmu. Pergi saja, aku muak dengan lelaki brengsek sepertimu. Perlu kau sadari, yang dimulai dengan cara terbaik saja tak selalu berakhir baik, apalagi yang dimulai dengan cara tak baik, mungkin saja akan berakhir jauh tidak baik. Aku tak mendoakan yang buruk, namun itulah kehidupan. Apa yang kau tanam, itulah yang akan kau tuai. Jadi, selamat menuai apa yang kau tanam selama ini. Semoga panen yang kau dapat melimpah, mungkin beberapa tahun kedepan akan sangat melimpah. Aku hanya akan menyaksikan dari kejauhan; tertawa terbahak; dan berkata "Selamat, karma memang tak pernah salah tempat"

-yuki


Selasa, 18 Juli 2017

Perihal Masa Depan yang (Dulu) Selalu Di(ku)semogakan

Hai (yang dulu selalu ku panggil) Mas, selamat (tengah) malam. Aku menyelesaikan paragraf ini malam sekali. Entah, rasanya sulit sekali untuk memberanikan diri menyelesaikan paragraf ini.  Bagaimana kabarmu sekarang? Semoga selalu baik-baik saja ya. Begitupun aku, masih disini dan selalu (terlihat) baik-baik saja. Kau tak perlu khawatir (lagi) dengan keadaanku sekarang, memang aku pernah (sangat) terjatuh karenamu, namun sekarang aku bisa tersenyum kembali, bahkan tertawa terbahak, hebat bukan?

Berbicara masa depan, rasanya banyak sekali beban yang harus diselesaikan. (Ah, aku jadi ingat dulu; kau menceritakan segala hal padaku. Mengiming-imingi kebahagian, menawarkan tawa tanpa tangis, dan rupanya semua hanya rayuan untuk meredakan tangisku). Ya, perbedaan umur memang bukan patokan mutlak. Namun, kau tahu sendiri Ayahku takkan mengizinkanku menikah sebelum kuliahku selesai. (Lagi-lagi aku teringat dulu, saat kau mengajakku menjalin hubungan yang lebih serius, dibalik candaanmu malam itu, aku tau kau berniat mengajakku menikah. Aku berpikir lama sekali, memikirkan ini itu hingga menjelang pagi. Semalam suntuk aku membaca ulang chat darimu, dan tak menemukan jawaban yang harus ku utarakan padamu, sial). Jika bisa memilih, aku ingin dilahirkan ditahun yang sama dengan mu. Atau setidaknya satu atau dua tahun setelahmu. Lagi lagi, takdir berkata lain. Aku dilahirkan lima tahun setelahmu. Kalau sudah begini, aku bisa apa? Memutar balikan waktu rasanya tak mungkin.

Berat. Iya, berat sekali. Rasanya semua yang (dulu) ku bangun dengan susah payah, hancur hanya dengan beberapa kalimat darimu. Ah memang, kau memang lelaki pengecut. Pergi begitu saja saat aku sedang cinta-cintanya. Kau pergi tanpa mengucapkan kata pisah, begitu saja. Kau datang dan pergi semaumu. Kau pikir aku tempat singgah saat keadaanmu tak baik saja? Lalu setelah ku rawat dengan susah payah kau berlari menjauh? Hebat sekali, tak tahu malu.

Kau kira, waktu 2 tahun itu sebentar?  Kau kira aku (selalu) baik-baik saja selama 2 tahun itu? Kau tak tahu Mas, perlu ku jelaskan ribuan kali agar kau paham. Aku memang bukan orang yang banyak bicara, semuanya ku pendam tanpa berani berkata padamu; apapun. Aku selalu memasang senyum ketika bersamamu bahkan didepan banyak manusia. Aku selalu bilang baik-baik saja, namun Mas banyak pertanyaan yang ingin sekali ku tanyakan padamu, bahkan hingga kita berakhir pun tak satupun pertanyaan itu mendapat jawabannya. Lalu selama 2 tahun membersamaimu aku dianggap apa? Siapa aku dihatimu? Adakah aku dipikiranmu? Adakah rindu untukku? Aku; bukan siapa-siapa, dan tak berarti apa-apa. Aku (mungkin) hanya sebagian orang yang jadi tempat ceritamu, tak lebih dari itu. Iya, aku hanya boneka yang bisa kau mainkan sesukamu; yang bisa kau banting semaumu, yang bisa kau buang begitu saja.

Begini, perihal masa depan yang (dulu) selalu di(ku)semogakan. Rupanya hanya dongeng yang meninabobokan tangis semalam. Kita hanya kisah yang takkan pernah di bukukan. Kenangan (kita) hanya menjadi sejarah paling kelam. Semuanya tak berarti. Kau tahu? Aku ingin membuang semuanya, aku ingin menghancurkan segalanya. Jika bisa aku sama sekali tidak ingin mengenalmu; dekat denganmu; jatuh cinta padamu; lalu kau menyakitiku. Sungguh, jika waktu bisa ku putar; jika dulu teori Einstein tentang mesin waktu berhasil, aku ingin membalikan waktu dimana ketika aku mengenalmu aku bersikap biasa saja. Aku ingin ketika kau mengulurkan tangan, aku tak perlu meraih uluran itu. Harusnya, sejak awal aku tak perlu menaruh hati pada lelaki sebrengsek dirimu. Harusnya sejak awal kita hanya berkenalan lalu pergi tanpa harus menaruh hati.

--------------
Serang, Maret 2017

Ditulis oleh Perempuan yang (mengaku) sedang galau berat.
--------------


Kamis, 13 Juli 2017

Pada Hari Itu Aku Merasa Tujuan Kita Tak Lagi Sama

Pada hari itu aku seolah orang yang tidak mencintaimu. Aku menjadi orang yang dengan tega melepaskanmu. Aku tidak memilih menahanmu. Tidak menggenggam lengan dan memeluk tubuhmu. Membiarkanmu pergi begitu saja. Tidak melakukan apa-apa agar kamu tetap disini bersamaku. Semuanya seperti angin yang berembus semakin jauh. Serasa air yang mengalir semakin jatuh ke lembah-lembah yang lebih rendah. Aku bahkan tidak paham mengapa aku bisa begitu. Tidak mengerti, rasanya lega sekaligus takut tak terkira. Aku kebingungan dengan diriku sendiri.

Kamu harus pahami satu hal penting yang kurahasiakan. Tidak menahanmu pergi bukan berarti tidak lagi cinta . Hanya saja, terkadang lebih baik melepaskan daripada memaksakan terus bersama. Kita saat itu berada pada titik sama-sama jenuh kita merasakan hubungan yang hampa. Aku tidak bisa lagi merasakan manisnya cinta. Meski ku akui di dalam hatiku masih saja ada rasa. Namun, tidak sehebat pertama kali kita sepakat saling menjaga. Itulah barangkali yang membuat aku membiarkanmu peegi, yang membuat aku menjadi seolah tak punya hati pada hari itu.

Sekarang, semua hanya menjadi sesuatu yang sering datang kembali ke kepalaku. Terutama saat datang ke tempat dimana kamu dan aku pernah bersama dulu. Meski rasanya berbeda. Aku tidak menemukan kita lagi diaini. Selain kenangan yang kadang datang sebagai luka di hati, yang membawa senja dan gerimis yang pernah membasahi. Kini, semuanya terasa sangat berbeda. Walau sepenuh hati aku mencoba menikmatinya. Namun, rasanya tidak pernah terasa begitu indah.

Memang tak ada yang pasti. Bahkan, saat dua orang yang awalnya sepakat untuk saling mempertahankan pun bisa saja saling melepaskan. Seperti aku yang dulu mengatakan tidak akan berhenti mencintaimu. Nyatanya tidak melakukan apa-apa saat kamu memilih pergi hari itu. Karena terlepas dari rasa jenuh yang tidak kita urai. Ada perasaan lain yang membuat aku akhirnya melepaskanmu begitu saja. Dalam sekian lama kita bersama, aku merasa kita tak pernah bemar-benar bersama. Kita terjebak dalam cara yang berbeda. Sedikit demi sedikit itulah yang membuat kita saling jenuh. Dan, tak pernah membuatnya berubah menjadi perasaan jatuh cinta lagi. Kebersamaan nyatanya tak pernah benar-benar membuat kita sama perihal tujuan.

Boy Candra
"Senja, Hujan, dan Cerita Yang Telah Usai"


Sabtu, 01 Juli 2017

Akhir

Semuanya kini sudah berakhir. Jauh hari telah ku putuskan untuk mengakhiri semua dengannya. Sejak saat ku tahu ternyata aku bukan satu-satunya, nyatanya aku menjadi salah satunya. Iya, memang berat saat harus melepas semua yang ku genggam erat, sulit saat harus meninggalkan semua kenangan manis yang telah terukir, aku kesulitan menjalani fase itu. Aku harus menguatkan hati untuk terlihat seperti biasa. Menurutmu, berpura-pura bahagia saat keadaan paling buruk itu mudah? Menurutmu, tersenyum palsu disaat suasana (sangat) berantakan hal yang mudah untuk dilakukan?

Awalnya semua manis, memang (bagiku) lelaki selalu memberikan perlakuan dan perhatian manis saat berjuang mendapatkan saja. Selebihnya biasa saja. Sama seperti dia yang berperilaku manis saat awal dan ketika bersamaku saja, diluar sana saat tak bersamaku; saat aku dan dia terhalang jarak. Aku tak tahu apa yang dia lakukan dibelakangku, aku tak tahu dia sedang apa dan bersama siapa. Tapi satu hal, dia selalu memberiku kabar yang baik-baik saja. Saat berasamaku, seolah hanya aku ratu dihidupnya; memanggilku sayang, menatap mata lalu tertawa; sesederhana itu. Tapi yang tak aku tahu mungkin saja panggilan sayang nya bukan untukku saja, mungkin saja tatapan yang membuatku salah tingkah bukan padaku saja. Ya, aku baru menyadarinya sekarang.

Lalu sekarang, menurutmu yang paling tersakiti siapa? Dia? Lelaki yang dengan gampangnya menghempas perempuan yang sudah menemaninya bertahun-tahun? Lelaki yang dengan mudahnya tergoda oleh perempuan baru lalu meninggalkan perempuan yang sedang bersamanya? Lelaki yang dengan pengecutnya meninggalkan tanpa permisi, tanpa berkata, tanpa kata maaf? Iya? Sebentar, kamu tau rasanya dipaksa berhenti? Kamu tau rasanya ditinggalkan berlari saat aku sedang menemaninya berjalan? Menurutmu sakitnya seperti apa? Menurutmu lukanya separah apa? Menurutmu hatinya sehancur apa? Menurutmu bagaimana?

Ah, harusnya (dulu) aku bersikap biasa saja. Harusnya (dulu) aku tak memupuk hati terlalu dalam. Kalau sudah begini, aku yang repot sendiri. Hm, lucu sekali, dia yang memohon untuk tetap membersamai namun dia juga yang pergi. Banci!


Sabtu, 10 Juni 2017

Kamu Tidak Selayaknya Mempermainkan Hatiku

Mungkin tidak akan membenci. Hanya saja terlalu lelah akan membuat seseorang menjaga hatinya lagim seperti yang aku lakukan. Aku berhenti mengejarmu. Aku lelah dengan sesuatu yang tidak pasti. Kubiarkan kamu benar-benar menjauh dari hati. Kejarlah dia yang kamu pikir lebih baik dari aku. Kejarlah dia yang membuatmu meninggalkan aku. Bagimu, aku hanya orang yang terlalu mencintaimu. Orang yang kamu pikir tidak pernah lelah memperjuangkanmu. Orang yang kamu pikir akan selalu ada untuk mendengar keluh kesahmu. Saat dia yang kamu kejar tak menjawab apa saja yang kamu katakan. Kamu pikir aku bisa menjadi pelampiasan atas kekesalanmu pada sikapnya yang tak mengacuhkanmu.

Satu kesalahan orang yang sedang dikejar, ka menganggap akan selalu dikejar dan dicintai oleh orang yang mengejarnya. Ia lupa satu hal penting, bahwa perasaan seringkali berubah. Aku telah memilih mengubah perasaanku. Sungguh tidak ingin lagi menjadi tempat melepas penatmu. Aky punya hati dan aku juga ingin dihargai. Aku ingin merasakan cinta terbalas, bukab menjadu orang yang menjdi tempat melepaskan segala susahmu. Kejar saja dia yang terus berlali darimu, aku juga akan mengejar impianku dan menjauh darimu.

Kalau yang kamu pilih untuk meninggalkanku ternyata tidak sehebat yang dulu kamu bayangkan, terima saja, mungkin itu hadiah dari segala. Kamu harus sadar satu hal, terkadang orang yang kamu inginkan adalag orang yang akan membuatmu menyesal. Kamu harus memujanya dan sengaja menyakitiku. Aku juga bisa lelah. Itulah sebabnya aku berhenti dan memilih jalan yang berbeda. Aku ingin menikmati perasaan yang terbalaskan cinta.

Pada akhirnya, pengabaianmu adalah alasan terbaik melepaskan cinta dan perasaan ingin memilikimu. Segila dan sedalam apapun aku pernah tenggelam dulu. Ada saatnya aku sanggup mengatakan kepadamu "BUKAN HATI SAYA YANG SELAYAKNYA KAMU PERMAINKAN". Saat itu cinta tak lagi buta. Dan, satu hal yang tak boleh kamu lupakan; Luka akan selalu menuju orang yang betah membuat luka. Hingga hari itu tiba, terimalah segala kesakitanmu. Tidak ada lagi bahuku. Tidak ada lagi pelampiasanmu. Nikmatilah segala luka sebagai hadiah terbaik atas apa yang dulu kamu lakukan dengan sesukamu.

Boy Candra
"Senja, Hujan, dan Cerita Yang Telah Usai"


Senin, 29 Mei 2017

Tatkala Pedangmu Menghunus Jantungku

Akhir-akhir ini kau makin sibuk. Adakah yang kau sembunyikan? Adakah orang lain dihatimu? Lebih baik aku mendengar kejujuran darimu, daripada kau berusaha menutupi dan aku berujung mendengarnya dari orang lain. Kau tahu aku tidak suka dianggap bodoh oleh seseorang yang kau anggap pintar. Sudah terlalu banyak janji palsu, kebohongan, dan omong kosong di dunia ini. Tidak perlu ditambah.

Lalu kau tertawa dan berkata, "Aku tidak akan pernah membohongimu, Sayang"
Kini aku tahu, kata-kata itu adalah kebohongan terbesarmu.

Pesan-pesan singkat berisi kata-kata manis untuknya, juga kemesraan kalian, sudah menjadi bukti yang cukup untuk menghancurkan apa yang pernah kita punya. Hatimu membelah diri. Lantas, apa aku mati-matian menjaga janji? Jijik! Aku mual membayangkan apa yang kalian lakukan dibelakangku. Ketika aku khawatir, kau mengkhawatirkan siapa? Ketika aku mencarimu, kau mencari siapa? Ketika aku kehilanganmu, kau kehilangan siapa?

Mereka bilang sebuah kepercayaan itu bagaikan kertas, sekali kusut takkan bisa seperti semula. Dan hanya butuh satu detonasi kebohongan untuk menghancurkan bangunan kisah indah.

Betapa saat ini aku berharap Einstein menemukan konklusi teori mesin waktunya, agar aku bisa kembali ke masa lalu dan memperbaiki semua. Atau setidaknya, cerita kita bisa diedit sehingga beberapa bagian menyakitkan bisa hilang.

Kau mulai luluh sementara aku luluh lantak. Jemarimu mencengkram kuat, mulutmu mencoba menjelaskan. Dan yang bisa ku dengar hanyalah omong kosong. Lepaskan!

Apa kau sadar? Mencari seseorang yang menyukaimu karena kelebihanmu, takkan sesulit mempertahankan seseorang yang bertahan karena kekuranganmu. Karena, yang terindah dari sebuah komitmen adalah ketika ku tahu seseorang yang tetap menyayangimu, tanpa peduli bahwa suatu saat nanti segala kelebihanmu akan hilang. Camkan itu sebelum kau memutuskan untuk berkhianat hanya karena nafsu sesaat.

Semoga kau belajar—meski dengan cara terpahit—bahwa apa yang sudah di perbuat, tak bisa ditarik kembali. Dan kata maaf, tak selalu menyembuhkan.

Fiersa Besari
"Garis Waktu"
------------------------------------------------------------------------
Kegundahan November tahun lalu.
Baru berani di post sekarang, hehe.
Ah, gak apa-apa.
Semoga dibaca sibrengsek yes!
------------------------------------------------------------------------


Sabtu, 27 Mei 2017

Sedari Awal Aku Sendiri Yang Jatuh Hati

Tenang saja, aku tidak akan mengejarmu lagi. Aku akan duduk dengan sedih disini. Aku lelah memahami kamu yang tidak pernah memberikan sesuatu yang pasti. Setiap perasaan butuh kepastian, sementara kamu betah mempermainkan. Kamu dengan seenaknya membiarkan semuanya menggantung tanpa ikatan. Kini kuberi hak penuh padamu untuk menjauh. Aku tidak akan memohon lagi. Aku tidak akan memaksamu kembali. Aku tidak akan menuntut apapun darimu. Cukup hatiku saja yang kamu buat pilu. Pergilah sejauh apapun kamu mampu. Diam-diam aku pun akan memulihkan hatiku lagi, seiring langkahmu berlalu pergi.

Memang akan berat menjalani semua tanpamu. Namun, mengikuti langkahmu terasa mulai membebaniku. Pundakku sudah tidak sanggup menahan sedih. Biarlah semuanya berlalu sudah. Aku tidak ingin mati hanya karena memperjuangkan cinta sendiri. Aku masih ingin bertahan hidup, meski ingatan tentangmu tetap saja sesuatu yang akan terus kuhadapi. Namun, kita telah sama-sama memilih. Aku melepasmu pergi, dan kamu tidak pernah menahan diri untuk tetap disini. Kamu senang saat semuanya akan berakhir sebatas kenang.

Salahku memang yang terlalu cepat percaya pada perasaanku. Semua yang kupikir  akan membuat bahagia. Ternyata hanya kesemuan sementara. Salahku yang membiarkan diri terlanjur cinta. Tanpa sadar semua akan berakhir luka. Namun sudahlah, aku tak pernah menyesali apapun, sebab semuanya sudah sangat patah. Semuanya terasa pedih dan begitu dalam terluka. Aku hanya ingin memulihkan hatiku. Dan, membiarkanmu semakin jauh berlalu. Sedari awal ini perasaanku sendiri, mungkin memang hanya aku yang harus menikmati.

Sebelum pergi, satu hal yang harus kamu ingat. Terkadang, cinta seringkali datang terlambat. Namun, saat kamu menyadari semua itu, mungkin hatiku sudah ku tutup rapat-rapat. Atau, mungkin sudah kutemukan orang yang lain menjelma obat. Jangan pernah tanya kenapa aku memilih menutup hati, sebab menyembuhkan luka juga ku lakukan sendiri. Tak usah ingat-ingat aku. Berlarilah sejauh yang kamu bisa, sebab nanti jika kamu teringat pulang, aku sudah mengirimkan kesepian yang akan membawakanmu setumpuk luka.

Boy Candra
"Senja, Hujan, dan Cerita Yang Telah Usai"


Selasa, 23 Mei 2017

Terimakasih Pernah Bersedia Bersama

Tidak perlu saling menyesalkan. Apa yang pernah terjadi biarlah terjadi. Untuk apa saling menyalahkan? Kalau nyatanya dulu kita pernah sepakat saling menyatukan. Cukup kita saja yang gagal membuat semuanya indah. Bagaimana pun, aku pernah kamu sebut sayang. Begitu pun kamu, pernah menjadi seseorang yang menyemangatiku berjuang. Kita hanya perlu saling berlapang hati, menerima, ternyata kita memang tidak berhasil berjuang menyatukan mimpi.

Bagiku kamu tetaplah kamu. Seseorang yang pernah begitu ku cintai dan ku rindukan di malam-malamki. Seseorang yang pernah ku inginni, meski akhirnya pelan-pelan kusadari, kamu tidak lagi milikku. Kalaupun aku menjauh, bukan berarti aku ingin kamu mati. Aku tidak sebenci itu kepadamu. Ini hanya cara menenangkan diriku sendiri. Bahwa seseorang yang pernah ku peejuangkan sendiri, gagal untuk kumiliki. Aku tidak akan menyesal, sebab apalah artinya sesal, pada kenyataannya kita tetaplah dua orang yang gagal.

Jika suatu hari nanti kita berada ditempat yang sama. Kita datang kesana disengaja ataupun tudak. Kenanglah banyak hal yang pernah di hadirkan. Senja-senja yang mesra. Hujan-hujan penuh asmara. Meski kita tak datang pada waktu yang sama. Harus kamu ingat. Kini kamu dengan seseorang yang lain. Aku pun hidup dengan seseorang yang aku ingin. Tidak, maksudku, sekarang aku bahagia dengannya, bukan siapa-siapa memang. Tak ada status antara aku dan dia. Hanya saja, bersamanya aku nyaman. Aku tak ingin terburu-buru menerjemahkan ini cinta. Aku takut kalau ini hanya pelarian sesaat.

Terimakasih pernah bersedia bersama, meski akhirnya aku menyadari, kamu datang bukan untuk bersama-sama selamanya. Terimakasih untuk hal-hal yang pernah kita jaga, sampai aku terjaga bahwa tidak ada lagi yang membuat bahagia. Hiduplah dengan baik-baik. Suatu hari nanti kamu mungkin merinduknku. Aku pun mungkin saja akan merindukanmu. Tidak ada yang salah. Hanya saja, aku paham, kini aku telah bersama seseorang yang membuatku nyaman. Sebab itu, aku sadar, rindumu yang datang adalah hal yang secepatnya harus ku buang. Terimakasih. Luka dan bahagia yang berakhir perih, tetaplah hal yang menjadikan aku mengerti banyak hak. Sebab, cinta terkadang adalah cara belajar dari hal-hal yang gagal.

Boy Candra
"Senja, Hujan, dan Cerita Yang Telah Usai"


Senin, 22 Mei 2017

Aku Pergi Setelah Menunda Berkali-kali

Kupikir setelah menjauh darimu. Memulai hidup baru. Aku bisa lepas sepenuhnya dari hal-hal yang pernah ada tentangmu. Aku bisa lepas dari perasaan yang belum tuntas kepadamu. Aku bisa melenyapkan segala rindu yang dulu menggebu. Itulah sebabnya aku pergi menjauh. Meninggalkanmu untuk menanggalkan perasaan sayang itu. Aku ingin bahagia. Meski bukan denganmu yang tidak bersedia.

Namun, aku heran kepadamu. Saat aku memilih pergi, kamu seolah menahanku untuk tetap disini. Kamu memberi tanda bahwa kamu sedang belajar menerima. Kamu seolah menunjukan kepadaku, agar aku tetap saja mencintaimu. Dan, semua perlakuan itu membuatku berpikir ulang. Berkali-kali aku menunda pergi. Aku pikir kamu benar akan belajar membuka hati. Namun, semua percuma. Sepanjang waktu yang berlalu yang aku dapat hanyalah luka. Kamu tidak pernah benar-benar menerima. Kamu hanya mempermainkan perasaan yang tak main-main ku rasakan kepadamu.

Kamu tarik ulur hatiku. Kamu ragukan perasaanku, yang begitu dalam hanya menginginkan kamu. Kamu seperti ular, melingkari langkahku. Namun, enggan menjadi bagian dari hidupku. Kamu hanya ingin bermain-main, sementara aku tidak pernah ingin menjadi mainan. Kamu harusnya tau, aku yang sudah terlalu lelah memendam rindu. Itulah mengapa akhirnya aku memilih pergi. Aku memilih mematikan saja semua rasa hati kepadamu. Meski tetap saja ada yang tersisa dan terasa pilu.

Sesekali merenunglah. Apa yang sudah kamu lakukan kepadaku? Bagaimana rasanya menjadi seseorang yang tak pernah diterima? Bagaimana rasanya mencintai seseorang yang hanya ingin mempermainkan perasaanmu? Atau bagaimana rasanya mencintai seseorang yang meragukan perasaanmu? Itu yang ku rasakan. Jika kini akhirnya aku memilih pergi. Lalu, mencintai orang baru. Jelaskanlah, pada bagian mana aku bersalah kepadamu? Tidak perlu dijawab, perasaan padamu tak lagi ada. Meskipun ada, akan kubunuh secepatnya.

Boy Candra
"Senja, Hujan, dan Cerita Yang Telah Usai"


Sabtu, 20 Mei 2017

Hujan Yang Sedih Untuk Kisah Yang Tak Sudah

Dahulu, kita pernah sama-sama menguatkan. Pernah sama-sama takut kehilangan. Kamu adalah seseorang yang ku cintai dengan sangat. Sementara bagimu aku adalah pemilik pelukan paling hangat. Seseorang yang kamu inginkan berlama-lama denganmu. Menikmati hujan dan membunuh waktu. Kita tidak perlu kemana-mana jika sedang berdua. Bersamamu segalanya seolah terasa sempurna. Aku ingin waktu berjalan  lebih lambat, agar bisa menatap matamu lamat-lamat. Menikmati segaka hal yang kamu sembunyikan di balik bibirmu. Mengecup segala keresahanmu akan hal-hal yang menakutimu. Kamu adalah bagian terindah dari hujan, yang membuat aku betah berlama-lama tanpa perlu mengatur tujuan.

Kita sering berdoa agar hujan turun lebih lama. Agar kita terkurung dan memiliki alasan untuk tidak perlu kemana-mana. Sebab, katamu, bersamaku apapun akan terasa lebih hangat. Bahkan betapa dinginnya hujan yang turun, kamu selalu percaya, hujan tak lebih dingin daripada kesendirian yang sering datang. Dan, kamu tak pernah mampu bertahan sendiri. Hujan kala sendiri adalah hidup yang sepi tanpa ampun. Yang kita butuhkan hanya waktu untuk bisa bersama.

Saat hujan semakin lebat kita sering merapalkan mantra-mantra. Seolah apa yang kita bicarakan adalah doa-doa terhebat. Kita mengatur rencana-rencana untuk waktu yang lama. Mengukur setiap hal dengan sesuatu yang kita sebut cinta. Lebih lama hujan turun, lebih lama denganmu, aku merasa hidup lebih berarti dan merasa hidup ini perlu. Itulah hal-hal yang membuatku bertahan. Hujan dan kamu adalah kenangan yang tak pernah lapuk dari ingatan.

Namun, kini seolah sedih dan hujan adalah teman sejalan. Aku tidak lagi bisa memelukmu saat hujan turun. Meski setiap kali hujan turun, aku selalu bisa menemukanmu dalam ingatan. Seseorang yang dulu bersikeras mengajakku bertahan. Katamu, apapun yang terjadi tetaplah denganku. Begitu manis dan selalu menguatkan. Hal yang akhirnya sulit membuatku merelakanmu, bahkan dalam ingatan. Kamu menjadi kisah sedih yang kini meninggalkan pedih. Setiap kali hujan turun aku kembali mengenangmu. Ingin lari, ingin menyudahi, tetapi hati dan segala hal yang pernah terjadi, tak mau lagi peduli. Hujan kini tak lagi semenyenangkan saat bersamamu. Hanya turun dengan rasa rindu yang berakhir pilu.

Boy Candra
"Hujan, Senja, dan Cerita yang Telah Usai"


Jumat, 19 Mei 2017

Ketika Kamu Telah Bahagia

Kadang, aku merasa takut ketika kamu sudah bahagia. Aku seakan dihantui rasa ingin bertanya, apakah ketika bersamaku dulu, kamu tidak merasa bahagia?

Kadang, aku merasa khawatir ketika kamu sudah bahagia. Rasa-rasanya hatiku masih sering bertanya, apakah dibalik senyum itu, kamu masih sering terluka?

Kadang, aku meras kecewa ketika kamu sudah bahagia. Kecewa pada diriku sendiri yang selalu bertanya, apakah sekarang kamu telah menemukan apa yang kamu cari dalam dirinya? Yang tak sedikitpun mampu aku punya?

Kadang, aku merasa sedih ketika kamu sudah bahagia. Pikiranku selalu mengalun mempertanyakan, apakah doaku salah jika sekarang kamu bahagia walau bukan aku sebagai penyebabnya?

Kadang, aku merasa kalah ketika kamu sudah bahagia. Aku merasa mampu memiliki semua tapi memilikimu yang aku cinta, ternyata aku tak bisa.

Kadang, aku merasa hancur ketika kamu sudah bahagia. Melihatmu membanggakannya, masa laluku meronta dan terus menerus bertanya, apakah senyumanmu dulu tak pernah sebahagia sekarang?

Kadang, aku merasa bersalah ketika kamu sudah bahagia. Seakan menemukannya, kau lepas dari kecewa.

Kadang, melihatmu bahagia bersamanya, aku dipenuhi rasa ingin bertanya. Apakah jika suatu hari orang-orang bertanya tentang kabarku, kamu akan mulai bercerita dengan bijaksana?

Seperti aku.

Yang selalu menceritakanmu.

Di sini.

Dengan bahagia.

Brian Krishna
"Merayakan Kehilangan"


Kamis, 18 Mei 2017

Ketika Duniamu Hancur Berkeping-keping

Ku dengar seseorang berhasil menghancurkan hatimu. Hampir saja aku- yang terbiasa bertebuk sebelah tangan ini- bertepuk tangan sambil memuji-muji karma. Tapi, mana mungkin aku tega melihatmu berduka? Orang bodoh macam apa yang membiarkanmu terluka? Kau yang ku yakin tercipta saat tuhan sedang gembira, sebenar-benarnya pantas mendapaatkan yang terbaik. Atau, jika tidak, izinkanlah aku mencoba memberikan yang terbaik.

Kau menangis deras. Katamu, ia pergi meninggalkanmu kedinginan di ujung bumi. Bahkan disaat seperti ini, kau masih berusaha tegar. Kita sama. Entah terlalu pintar menyembunyikan perasaan, atau terlalu bodoh untuk menyatakan. Sudahlah... sesekali tak apa menjadi manusia biasa. Wajar untuk terluka, untuk membutuhkan tempat bersandar, untuk tidak baik-baik saja. Bahkan orang terkuay dimuka bumi pun pernah berkabung. Sembuh itu butuh waktu, bukan paksaan. Saat semua berjalan tidak semestinya, kita bisa mengangkat tangan untuk menyerah atau mengangkat tangan untuk berdoa. Kuharap kau memilih yang kedua.

Ayolah, hentikan isakanmu. Apa harus memprioritaskan orang yang hanya menjadikanmu pilihan? Kau bukan pilihan ganda, dia bukan jawaban, dan hidup kalian bukan kertas ujian. Bukan rezeki dia, tapi rezekimu untuk kelak dapat seseorang yang bisa memprioritaskanmu. Yang tidak punya hati jangan dimasukkan dalam hati. Yang tidak punya perasaan jangan dibawa perasaan. Yang main-main tidak perlu dianggap serius.

Kalau kau sedang rapus, simpan sejenak hatimu. Biarkan 'proses' dalam 'waktu' menyembuhkan. 'perasaan' memang tidak bisa diburu-buru, tapu juga jangan berlama-lama meratapi seseorang yang tidak bisa menghargaimu. Dekatkan dirimu pada orang-orang yang membuatmu bahagia. Merekalah yang harus kau jaga. Yang lainnya hanya menumpang lewat. Jadi, swbelum menoleh ke belakang, pastikan kau lihat seseorang yang menantimu di depan. Mengenang masa lalu bukan berarti harus mengulang. Kalau dia tidak bisa menghargai kesempatan baik yang kau beri, beri dirimu sendiri kesempatan untuk mendapatkan kisah yang lebih baik. Karena orang yang benar-benar peduli akan menghentikan air matamu jatuh, bukan membuat air matamu jatuh.

Ketahuilah, beberapa tangan melepaskan genggamannya saat hidupmu bertambah sulit agar tanganmu kosong dan bisa digenggam oleh seseorang yang takkan pernah melepaskanmu.

---------------------------------------
Seseorang yang tepat tak selalu datang tepat waktu. Kadang ia datang setelah kau lelah disakiti oleh seseorang yang tidak tau cara menghargaimu.
---------------------------------------

Fiersa Besari
"Garis Waktu"


Rabu, 17 Mei 2017

Selamat Ulang Tahun

Selamat ulang tahun Mas
Kemarin adalah hari lahirmu
Aku hampir lupa dengan tanggal itu
Sungguh.

Selamat ulang tahun Mas
Bagaimana di 25 tahunmu sekarang?
Kau bahagia?

Selamat ulang tahun Mas
Semoga bahagia selalu menyertaimu
Semoga hanya tawa yang kau dapat
Bukan tangis dan air mata

Selamat ulang tahun Mas
Bagaimana diulang tahunmu sekarang?
Adakah kejutan malam-malam seperti tahun-tahun yang lalu?
Adakah wajahmu yang belepotan dengan kue?
Adakah hadiah special dari seseorang?

Selamat ulang tahun Mas
Rasanya ingin aku mengatakan langsung
Datang ke kotamu dan membawa kue
Lalu ku dapati kamu tersenyum
Dan berbisik "terimakasih sayang, aku bahagia"
Seperti dulu.
Ah aku gila.

Selamat ulang tahun Mas
Tak tau lagi harus berkata apa
Aku benar-benar ingin datang ke kotamu
Walaupun sebenarnya aku bisa saja datang ke kotamu untuk memberikan kejutan
Tapi, siapa aku sekarang?
Tak jadi siapa-siapamu lagi
Hanya perempuan yang (dulu) dijadikan tempat singgah.

Selamat ulang tahun Mas
Semoga perempuan yang kini bersamamu
Memberikanmu kejutan lebih special dariku
Semoga hadiah darinya lebih membuat kamu tersenyum

Selamat ulang tahun Mas
Sebenarnya ada hadiah yang sudah ku siapkan
Tapi, tak usah kamu tau
Kotak yang sudah ku persiapkan jauh hari ini
Akan ku simpan saja, di sudut kamar hingga berdebu
Hingga usang dan tak ku kenali bentuknya lagi

Selamat ulang tahun Mas Kumis ku
Yang pernah membuatku tertawa sekaligus menangis
Sudah lewat satu hari
Maaf karena terlampat mengucapkan

Selamat ulang tahun sayang!
*Sayang mbahmu, beraninya manggil sayang*

Sedikit gubahan
Tumblr : aksaranyata


Entahlah

Ada alasan mengapa kau memilihnya ketimbang memilihku. Entahlah; mungkin bagimu, dirinya lebih membahagiakan ketimbang diriku. Aku menghargai itu. Kau nyatanya hanya sedang menunggu, namun tidak menunggu aku.

Ada sesuatu darinya yang tak dimilikiku. Entahlah; mungkin kesempurnaannya dimatamu itu mampu mengisi ketidaksempurnaanmu- yang padahal selalu terlihat sempurna dimataku.

Ada sebab mengapa kau menghindar setiap aku menanyakan perihal kita. Entahlah; mungkin kau enggan melepas aku ketika menunggu. Mungkin kau takut menunggu sendirian. Mungkin kau takut bertemu orang yang salah. Oleh karena itu kau menggenggam tanganku pada satu periode tertentu. Kau tak mau menjawab. Entahlah; kau tetap diam dalam setiap pertanyaan.

Ada kemudahan yang terlihat dari rona tubuhmu ketika melepas tanganku. Entahlah; mungkin aku yang tak terlalu membekas dalam hatimu. atau mungkin juga kau sudah menemukan sosok benar bagimu- sehingga melepaskanku, kau lakukan tanpa ragu-ragu.

Ada pertanyaan dalam benakku ketika kau masih menghubungiku. Entahlah; mungkin aku masih menjadi sosok pengisi waktu favoritmu. Yang dicari ketika cintamu pergi, yang ditinggalkan ketika cintamu kembali.

Ada pemikiran-pemikiran lucu muncul dalam benakku mengingatmu. Entahlah; aku tetap banyak mengingatmu, walau bodohnya dulu aku pernah ditinggalkanmu lebih dari satu.

Ada usaha-usaha yang kau lakukan unuk tetap denganku. Entahlah; mungkin kau masih rindu nyamannya tertawa denganku. Padahal aku sadar. Aku bisa dengan mudah hadir kembali dan merusak segala apa yang tengah kau bangun. Namun aku memilih untuk tetap pergi. Karena bahagiamu tidak lahir dari bahagiaku.

Ada senyum kecil lahir dari bibirku ketika membaca tulisan ini lagi. Entahlah; mungkin karena dulu aku pernah jatuh cinta dengan seorang penipu.

Brian Khrisna
"Merayakan Kehilangan"


Selasa, 16 Mei 2017

Aku Hanya Kasihan Melihatmu

Jangan mengira aku sepenuhnya kau kalahkan. Meski mungkin saja beberapa hal memang kau menangkan. Namun, bagiku, perihal perasaan bukanlah hal yang patut dijadikan pertaruhan. Aku tak mempertaruhkan apa-apa atas seseorang yang pernah ku cintai sedalam hatiku. Jika kini dia berpaling dan memilihmu, sementara aku pada saat dia melepaskanku, masih teramat cinta. Artinya, memang dialah yang tidak setia. Kekasihku, maksudku mantan kekasihku yang kini kau banggakan menjadi kekasihmu itulah yang lemah menjaga hati. Dialah yang mempertaruhkan perasaannya kepadamu. Apa kau tidak pernah berpikir, bagaimana kalau ternyata dia menginginkanmu hanya karena sesuatu yang semu? Hal yang bisa jadi suatu saat nanti tak kau miliki lagi. Lalu, apakah kau pernah memikirkan bagaimana kalau suatu hari nanti dia juga melakukan apa yang dia lakukan kepadaku, terhadap kamu.

Santai saja, jangan terlalu tegang karena satu paragraf diatas. Aku hanya sedang membagi cara pandang akan sesuatu. Cara melihat dampak dari sebuah pilihan yang katamu sudah memilihmu. Aku akan tetap mengakui, jika harus, kau tetaplah pemenang atas kisah ini. Namun, tidak semua hal yang dimulai dengan baik  akan berakhir baik. Apalagi hal yang dimulai dengan cara yang tidak baik, mungkin saja nanti akan berakhir jauh tidak baik. Apa kau tak pernah menyadari, kau hanya seseorang yang dengan terburu-buru dia cintai. Bisakah kau jamin perasaan sayangnya kepadamu, dengan segala yang terjadi selama ini adalah perasaan sayang yang murni?

Coba ingat-ingat lagi, apa yang membuat dia akhirnya meninggalkanku lalu berpaling padamu? Atau kau tidak pernah memikirkan satu hal dengan baik untuk memulai hal baru? Apa kau tidak memperhitungkan suatu saat nanti, apa yang kau tanam itulah yang kau tuai? Memang benat, 'masa lalu seseorang biarlah menjadi masa lalunya saja', tetapi tidak semua bisa dibiarkan begitu. Apalagi untuk urusan-urusan yang belum selesai, atau hal-hal yang dipaksakan terlihat selesai. Apa kau tidak berpikir; bagaimana kalau dia tak pernah bisa melupakan aku? Apa kau bisa menjamin, kalau ternyata kau hanya orang yang menjadi ambisinya.

Pahamilah, ambisi dan benar-benar cinta itu tipis jaraknya. Tidak ada yang bisa menjabarkan dengan pasti. Namun, dari gejala yang terjadi, bagaimana seseorang mulai mendapatkanmu. Harusnya kau bisa menganalisa semua itu. Percayalah, aku sama sekali tidak berharap dia kembali padaku. Bagiku, pengkhianat tak layak memiliki tempat dihidupku. Aku telah mengubur dia bersama kisah yang pernah kami punya. Aku hanya kasihan melihatmu. Seseorang yang menganggap cinta begitu sempurna. Merasa menang telah mendapatkan hati seseorang yang kau pikir mencintaimu. Sebenarnya, kau sama sekali tidak mengenalnya. Kau tidak paham, bahwa setiap yang liar, pada akhirnya akan tetap menjadi liar.

Boy Candra
"Sebuah Usaha Melupakan"


Sabtu, 15 April 2017

Bagaimana Rasanya Meninggalkanku?

Mas, sudah beberapa hari ini aku merindukanmu
Entah kenapa, aku masih saja merindukanmu
Aku masih mencarimu dalam kerumunan
Aku masih mencarimu di ribuan banyak orang yang berlalu lalang
Tetap saja, kamu tak ada

Mas, bagaimana rasanya meninggalkanku?
Adakah mendung di harimu?
Adakah hujan disudut matamu?
Adakah rindu dihatimu?

Kau tau tidak?
Sampai detik aku menulis ini pun
Aku masih merindukanmu
Merindukan kita yang baik-baik saja
Ah, kau tak perlu tau
Tak penting bagimu, sungguh

Mas, bagaimana rasanya meninggalkanku?
Adakah penyesalan dalam hatimu?
Adakah rasa ingin kembali?
Tentu tidak ya, hanya aku saja

Mas, semenjak kau pergi
Ada pertanyaan pertanyaan yang muncul
Pertanyaan yang sama, berulang kali
Bagaimana rasanya meninggalkanku?
Bagaimana rasanya hidup tanpa ada lagi aku?
Bagaimana rasanya bersama perempuan baru yang membuatmu meninggalkanku?
Apakah kau bahagia?
Bahagia denganku atau dengan nya?
Pertanyaan bodoh macam apa ini?
Tak perlu kau jawab

Aku menulis ini tidak meminta dikasihani
Aku menulis ini tak bermaksud apa-apa
Aku menulis ini karena aku ingin
Jika kau membaca tulisan ini
Terserah, terserah apa maumu
Kau mau tertawa terbahak seperti apapun aku takan peduli lagi
Aku tak mau tau lagi

Sungguh, aku hanya merindukanmu saja.
Tak lebih


Jumat, 14 April 2017

Kau (Hanya) Baik, Bukan Yang Terbaik

Sudah ku ceritakan sebelumnya
Kau memang pria baik
Teramat baik
Hingga membutakan mata

Pertama mengenalmu pun
Aku sudah bisa menebak
Kau memang pria baik
Sungguh

Kau baik
Tapi aku lupa
Bahwa yang baik belum tentu jadi yang terbaik
Bisa saja itu hanya topeng

Ku kira, kau akan menjadi yang terbaik
Namun kau hanya menjadi yang baik
Tak apa, mungkin kau tak sanggup
Kau tak mampu menjadi yang terbaik

Ku kira, kau mampu bertahan
Nyata nya kau kelelahan
Kau memilih berhenti
Dan memutuskan pergi
Pengecut!

Aku jujur
Aku sayang, aku ingin terus bersama
Tapi, rupanya Tuhan lebih menyayangi ku
Tuhan membiarkan kau pergi
Tuhan tak mau aku terus disakiti
Tuhan tak tahan dengan tangisan tiap malam
Tuhan mungkin bosan dengan yang ku ceritakan

Dan sekarang aku paham
Tuhan memberitahu ku
Kau hanya menjadi yang baik, bukan yang terbaik.


Rabu, 12 April 2017

Selamat Ulang Tahun

Selamat ulang tahun Mas
Kemarin adalah hari lahirmu
Aku hampir lupa dengan tanggal itu
Sungguh.

Selamat ulang tahun Mas
Bagaimana di 25 tahunmu sekarang?
Kau bahagia?

Selamat ulang tahun Mas
Semoga bahagia selalu menyertaimu
Semoga hanya tawa yang kau dapat
Bukan tangis dan air mata

Selamat ulang tahun Mas
Bagaimana diulang tahunmu sekarang?
Adakah kejutan malam-malam seperti tahun-tahun yang lalu?
Adakah wajahmu yang belepotan dengan kue?
Adakah hadiah special dari seseorang?

Selamat ulang tahun Mas
Rasanya ingin aku mengatakan langsung
Datang ke kotamu dan membawa kue
Lalu ku dapati kamu tersenyum
Dan berbisik "terimakasih sayang, aku bahagia"
Seperti dulu.
Ah aku gila.

Selamat ulang tahun Mas
Tak tau lagi harus berkata apa
Aku benar-benar ingin datang ke kotamu
Walaupun sebenarnya aku bisa saja datang ke kotamu untuk memberikan kejutan
Tapi, siapa aku sekarang?
Tak jadi siapa-siapamu lagi
Hanya perempuan yang (dulu) dijadikan tempat singgah.

Selamat ulang tahun Mas
Semoga perempuan yang kini bersamamu
Memberikanmu kejutan lebih special dariku
Semoga hadiah darinya lebih membuat kamu tersenyum

Selamat ulang tahun Mas
Sebenarnya ada hadiah yang sudah ku siapkan
Tapi, tak usah kamu tau
Kotak yang sudah ku persiapkan jauh hari ini
Akan ku simpan saja, di sudut kamar hingga berdebu
Hingga usang dan tak ku kenali bentuknya lagi

Selamat ulang tahun Mas Kumis ku
Yang pernah membuatku tertawa sekaligus menangis
Sudah lewat satu hari
Maaf karena terlampat mengucapkan

Selamat ulang tahun sayang!
*Sayang mbahmu, beraninya manggil sayang*


Brengsek!

Kau lelaki baik
Pertama mengenalmu bahkan hingga kini pun kau masih lelaki baik
Hanya saja, kau lengah dengan semua
Tapi bagiku, kau masih menjadi lelaki baik.

Aku bukan perempuan baik
Aku manja, tak mau ditinggal, selalu ingin diperhatikan, ingin dijadikan prioritas
Penuntut sekali bukan?
Sudah ku bilang, aku bukan perempuan baik.

Tapi, apa yang salah?
Apa yang membuat semua begitu berbeda?
Apa yang membuat semua menjadi begitu asing?
Apa yang membuat semua menjadi kacau seperti ini?
Apa yang membuatmu berubah pikiran?

Dulu, kau menjajikan segalanya.
Menjanjikan kita yang indah
Kita yang tanpa tangis
Hanya kita; cinta.
Aku yang terbuai dengan janji manismu bisa apa?
Bisakah aku menuntut agar kau membayar janjimu?
Tentu tidak, ada hal yang memang tidak bisa dipaksakan.

Dulu, kau bilang akan tetap tinggal
Kau akan menungguku menyelesaikan kuliahku
Kau akan tetap disampingku
Kau akan selalu ada
Namun, tiba-tiba saja semua berubah
Semua berbeda; tak lagi sama
Kau dingin melebihi kutub selatan
Kau panas melebihi suhu matahari

Dan yang ku takutkan benar terjadi
Kau pergi secepat kilat
Menghilang bagai kepulan asap
Seketika, bayangmu pun tak nampak
Sungguh, kau biadab!

Tadinya ku menganggapmu lelaki baik
Tapi tidak lagi
Kau berubah menjadi asing
Kau brengsek.
Kau memang brengsek.
Brengsek.


Minggu, 26 Maret 2017

Tentang Perpisahan

"Aku masih merasakan udara yang sama. Masih berdiam ditempat yang sama. Tapi yang kurasakan tak lagi sama, kesunyiaan ini bernama tanpamu."

Sebenarnya, aku tidak pernah ingin semuanya berakhir. Saat semua terancang dengan hebat dan sempurna, saat perhatian-perhatian kecil itu menjelma menjadi rindu yang menancapkan getar-getar bahagia. Tapi, bukankah prediksi manusia selalu terbatas? Aku tidak bisa terus menahan dan mengubah sesuatu yang mungkin memang harus terjadi. Perpisahan harus terjadi, untuk pertemuan awal yang pasti akan memunculkan perasaan bahagia.

Tidak dipungkiri dan aku tak harus menyangkal diri, bahwa selama rentan waktu tanpamu, aku merasa ada sesuatu yang hilang. Ketika pagi, kamu menyapaku dengan lembutnya. Saat siang, kamu sekedar mengingatkan untuk tidak terlambat makan. Saat sore, kamu menyapaku lagi, bercerita tentang hari-harimu, lelahmu dan bahagiamu pada hari itu. Saat malam, kamu menjerat pikiranku untuk berfokus pada suaramu yang mengalun lembut melewati lempengan-lempengan dingin handphoneku. Dan aku rindu, rindu semua hal yang bisa kita lalui hingga terasa waktu terlalu cepat berlalu saat kita melaluinya bersama.

Dan, akhirnya perpisahan itu tiba. Sesuatu yang selalu aku benci kedatangannya tapi harus selalu aku lewati tanpa aku tau kapan itu akan terjadi. Dengan segala ketidaksiapan yang menggerogotiku, aku tetap harus melepaskanmu. Kamu temukan jalanmu, aku temukan jalanku. Kita bahagia dalam jalan kita masing-masing. Kamu berpegang pada prinsipmu, aku berpegang pada perasaanku. Kita berbeda dan memang tak harus berjalan beriringan.

Semua berjalan dengan cepat. Sapa manjamu, tawa renyahmu, cerita lugumu, dan segala hal yang membuat otakku penuh karenamu. Dan, aku harus membuang dan menghapus itu semua dari memori otakku agar kamu  tak lagi mengendap-endap masuk ke dalam hatiku, lalu membuat kenangan itu menjadi nyata dan kembali menjadi realita. Mari mengikhlaskan, setelah ini akan ada pertemuan yang lebih menggetarkan hatimu dan hatiku, akan ada seseorang yang masuk ke dalam hidupmu dan hidupku, dia akan menjadi alasan terbesar saat doa terucap lalu aku dan kamu menyisipkan namanya. Selamat menemukan jalanmu. 

Percayalah, bahwa perpisahan ini untuk membaikan hidupmu dan hidupku, bahwa setelah perpisahan ini akan ada rasa bahagia bertubi-tubi yang mengecupmu dengan seringnya. Percayalah bahwa pertemuan kita tidak sia-sia. Aku banyak belajar darimu dan aku berharap kau juga mengambil pelajaran dari pertemuan singkat ini. Semua butuh proses dan waktu saat kamu harus kehilangan sesuatu yang terbiasa kau rasakan. Baik-baik ya :)


Untuk Dia

Terimakasih telah membahagiakan dia, yang dulu menjadi bahagiaku.
Terimakasih telah membuatnya lebih nyaman melebihi nyamanku.
Terimakasih telah membuatnya jatuh cinta melebihi cintaku.

Dia pria baik, dari pertama bertemu hingga sekarang pun tetap menjadi pria baik bagiku. Hanya saja, pria itu lengah mengartikan semua perhatianku untuknya, pria itu jenuh untuk terus bersamaku, pria itu bosan berjalan beriringan denganku. Iya, kini aku digantikan olehnya.

Aku saja yang bodoh terus ingin bersamanya, aku gila ingin terus berjalan beriringan dengannya. Iya, terlalu muluk keinginanku ini. Baiknya, aku yang pergi dan menjauh.

Iya, aku dan pria itu sangat berbeda, semuanya tak sama, bertolak belakang. Pria itu gemar sekali mendaki gunung, senang berpetualang dialam, suka dengan keramaian, sedangkan aku? Berjalan duaratus meter saja rasanya mau mati, nafas terengah-engah. Jelas, aku bukan perempuan kuat seperti perempuan lainnya, aku hanya perempuan 'penyakitan' yang dilarang ini itu oleh orangtuaku.

Oh ya, pria yang ku ceritakan ini selalu absen untuk sarapan. Setiap ku ingatkan untuk sarapan, dia selalu berdalih 'gak sempet sarapan, nanti saja makan siang ya' selalu seperti itu. Kamu tau itu tidak? Masih belum mengenalnya secara mendalam? Sini aku bantu mengenalnya. Pria ini selalu tidur larut, jarang sekali sarapan, dia manja, dia dingin namun terkadang romantis.

Hanya mengingatkan, pria ini selalu malas untuk cukur rambut gondrongnya, malas untuk cukur kumis dan jenggotnya. Aku selalu mengingatkan agar rambutnya tak gondrong seperti perempuan, agar kumis dan jenggotnya tak dibiarkan. Namun, sekali lagi dia berdalih 'Biarin aja. Nanti aja ya cukurnya? Lucuan gondrong rambutnya, biar bisa dikepangin sama kamu' terus dan terus seperti itu. Bagaimana? Sekarang sedikit lebih tau kan apa saja kebiasaan pria itu?

Untuk perempuan yang sekarang menjadi 'kamu' nya kamu. Buat pria ini lebih bahagia ya, jangan membuatnya sakit, buat pria ini lebih nyaman bersamamu dibanding bersamaku, buat pria ini lebih jatuh cinta lagi padamu melebihi dia jatuh cinta padaku.

Aku harap nantinya, kamu lebih paham dengan semua sikapnya melebihi aku. Jangan membuatnya menyesal telah memilihmu, jangan membuatnya berpikir ulang karena telah mengakhiri dan mengabaikanku demi dirimu.

Maaf, perempuan ini masih terus mengkhawatirkan pria itu.


Rabu, 22 Maret 2017

Tentang Hati

Harus tau tentang hati. Perasaan yang muncul dengan sendirinya, juga bisa hilang dengan sendirinya. Sama halnya dengan seseorang, waktu yang mempertemukan denganya, mengisi kekosongan, mengukir cerita indah setiap detik yang dilewati. Saat tersadar bahwa ia pergi karena waktu. Semua ada fasenya, saat memiliki seseorang, maka harus siap juga untuk kehilangannya.

Merelakan, mengikhlaskan, dan melupakan memang bukan perkara yang mudah. Terkadang ada air mata yang terjatuh saat mencoba untuk ikhlas. Memaksa hati untuk tidak memikirkan, menghapus semua rasa, seakan tidak pernah ada dalam ingatan. Harus paham tentang perjuangan. Jangan sampai hanya sendiri yang berjuang, sedangkan yang diperjuangkan sama sekali tak ingin diperjuangkan.

Ini yang paling sering dirasa, saat merasa diabaikan, saat ditinggal, mencoba untuk berjuang, melakukan segala cara, apapun itu. Mungkin harus sadar, saat ia memilih untuk pergi, itu artinya ia tak ingin diperjuangkan lagi.

Harus bisa melupakan, mengikhlaskan, merelakan. Sebab tak seharusnya terus berlarut dalam kesedihan. Belajarlah menerima.


Kamis, 16 Maret 2017

Tolong Buat Aku Lupa

Jelaskan padaku mengapa semua jadi serumit ini? Aku tak tahu jika kamu tiba-tiba memenuhi sudut-sudut terpencil di otakku, hingga memenuhi relung-relung hatiku. Semua terjadi begitu cepat, tanpa teori dan banyak basa-basi. Aku melihatmu, mengenalmu, lalu mencintaimu. Sesederhana itulah kamu mulai mengusai hari-hariku. Kamu jadi penyebab rasa semangatku. Kamu menjelma jadi senyum yang tak bisa kujelaskan dengan kata-kata. Iya, mungkin, aku jatuh cinta. Entah kamu.

Semua kulakuan diam-diam. Begitu rapi. Hingga hatimu yang beku tak pernah berhasil cair. Semua berhasil ku sembunyikan. Hingga perasaanmu yang tidak peka tetap saja tak peduli pada gerak-gerikku. Aku pandai menyembunyikan banyak hal hingga kamu tak memahami yang sebenarnya terjadi. Aku tidak bisa melupakanmu.... sungguh! Aku selalu ingat caramu menatapku. Caramu mencuri perhatianku. Hal-hal sederhana itu seakan-akan sengaja diciptakan untuk tidak dilupakan.

Tolong buat aku lupa, karena aku tak lagi temukan cara terbaik untuk menghilangkan kamu dari pikiranku. Kita jarang punya kesempatan berbicara, jarang sekali bersama bahkan tidak pernah. Rasanya mustahil. Kamu dan aku berbeda, air dan api, dingin dan panas. Tapi, aku selalu ingat perkataanmu “Jangan pergi, disini terus” Aku tersenyum ketika barisan kalimat itu kau kirimkan untukku. Iya, harusnya aku tak perlu sesenang itu, karena mungkin kamu menulisnya tanpa perasaan, hanya untuk merespon perkataanku saja.

Rasanya menyebalkan jika aku tak mengetahui isi hatimu. Kamu sangat sulit kutebak, kamu seperti teka-teki yang punya banyak jawaban, juga banyak tafsiran. Aku takut menerjemahkan isyarat yang kamu tunjukkan padaku. Aku takut mengartikan kata-kata manismu yang mungkin saja tak hanya kamu katakan untukku. Aku takut memercayai perhatian sederhanamu yang kamu perlihatkan secara terselubung. Aku takut. Semakin takut jika perasaan ini bertumbuh ke arah yang tak kuinginkan.
Tolong hentikan langkahku, jika memang segalanya yang kuduga benar adalah hal yang salah di matamu. Tolong kembalikan aku ke jalanku dulu, sebelum aku mengganggu rute tujuanmu. Jika memang aku bukan tujuan akhirmu, aku akan pergi dan melupakanmu; walau sulit. Silahkan cari tujuan akhirmu.

Ketahuilah, Aku sedang berusaha melawan jutaan kamu yang mulai mengepul di otakku, seperti asap rokok yang menggantung di udara; kamu seakan-akan nyata. Aku tak percaya, ternyata kita bisa melangkah sejauh ini. Dan, selama ini juga, aku tak pernah berani mengatakan satu halpun yang mungkin bisa mengagetkanmu; aku mencintaimu, menyayangimu dan bahagia bersamamu.

Di antara rindu yang selalu gagal kuungkapkan di dalam rasa canggung yang belum kamu pahami.

Dwitasari
-sedikit gubahan-


Menjelaskan Kesepian

Waktu berjalan dengan cepat, merangkak yang kita kira lambat ternyata bergerak sangat cepat. Semua telah berubah, begitu juga kamu, begitu juga aku, begitu juga kita. Bahkan waktu telah menghapus KITA yang pernah merasa tak berbeda, waktu telah memutarbalikkan segalanya yang sempat indah. Tak ada yang tau, kapan perpisahan menjadi penyebab kegelisahan. Aku menjalani, kamu meyakini, namun pada akhirnya waktu juga yang akan menentukan akhir cerita ini. Kamu tak punya hak untuk menebak, begitu juga aku.

Kamu bilang, tak ada yang terlalu berbeda, tak ada yang terasa begitu menyakitkan. Tapi, siapa yang tau perasaan seseorang yang terdalam? Mulut bisa berkata, tapi hati sulit untuk berdusta. Kalau boleh aku jujur, semua terasa asing dan berbeda. Ketika hari-hari yang kulewati seperti tebakan yang jawabannya sudah kuketahui. Tak ada lagi kejutan, tak banyak hal-hal penuh misteri yang membuatku penasaran. Aku seperti bisa meramalkan semuanya, hari-hariku terasa hambar karena aku bisa membaca menit-menit di depan waktu yang sedang kujalani. Aku bisa dengan mudah mengerti peristiwa, tanpa pernah punya secuil rasa untuk menyelami sebab dan akibatnya. Aku paham dengan detik yang begitu mudah kuprediksi, semua terlalu mudah terbaca, tak ada yang menarik. Kepastian membuatku bungkam, sehingga aku kehilangan rasa untuk mencari dan terus mencari. Itulah sebabnya setelah tak ada lagi kamu di sini. Kosong.

Bagaimana aku bisa menjelaskan banyak hal yang mungkin saja tidak kamu rasakan? Aku disini menunggu kamu kembali. Namun, mungkin kamu tak mau lagi kembali, dan penyelamatan yang kurindukan hanyalah omong kosong. Harapanku terlalu jauh untuk mengubah semuanya seperti dulu, saat waktu yang kita jalani adalah kebahagiaan kita seutuhnya, saat masih ada kamu dalam hariku.

Perpisahan seperti mendorongku pada realita yang selama ini kutakutkan. Kehilangan mempersatukan aku pada air mata yang seringkali jatuh tanpa sebab. Aku sulit memahami kenyataan bahwa kamu tak lagi ada dalam kehidupanku, aku semakin tak bisa menerima keadaan yang semakin menyudutkanku. Semua kenangan bergantian melewati otakku, bagai film yang tak pernah mau berhenti tayang. Dan, aku baru sadar, ternyata kita dulu begitu manis, begitu mengagumkan, begitu sulit untuk dilupakan.

Ada yang kurang. Ada yang tak lengkap. Aku terbiasa pada kehadiranmu, dan ketika menjalani setiap detik tanpamu, yang kurasa hanya bayang-bayang yang saling berkejaran, saling menebar rasa ketakutan. Ada rasa takut tanpa sebab yang memaksaku untuk terus memikirkan kamu. Ada kekuatan yang sulit kujelaskan yang membawa pikiranku selalu mengkhawatirkanmu. Salahkah jika aku masih inginkan penyatuaan? Salahkah jika aku benci perpisahan?

Tak banyak yang ingin kujelaskan, saat kesepian menghadangku setiap malam. Biasanya, malam-malam begini ada pesan singkatmu yang selalu berhasil membuatku senyum sendiri. Tapi kali ini, aku sendiri, memikirkan kamu tanpa henti. Jika kita masih saling menghakimi dan saling menyalahi, apakah mungkin yang telah putus akan tersambung dengan pasti? Aku tak tau dan tak mau memikirkan keadaan yang tak mungkin kembali. Semua sudah jelas, namun entah mengapa aku masih sulit memahami, kenapa harus kita yang alami ini? Tak adakah yang lain? Aku dan kamu bukan orang jahat, namun mengapa kita terus saja disakiti. Bukankah di luar sana masih banyak orang jahat?

Jangan tanyakan padaku, jika senyumku tak lagi sama seperti dulu. Jangan salahkah aku, jika pelangi dalam duniaku hanya tersedia warna hitam dan putih. Setelah kamu tinggalkan kita, semuanya jadi berbeda. Aku bahkan tak mengenal diriku sendiri, karena separuh yang ada dalam diriku sudah berada dalammu... yang pergi, dan entah kapan kembali. Aku sangat merindukanmu, juga kita yang dulu.


Jika Dari Awal Aku Tak Mengenalmu

Akhirnya, aku sampai di tahap ini. Posisi yang sebenarnya tak pernah kubayangkan. Aku terhempas begitu jauh dan jatuh terlalu dalam. Kukira langkahku sudah benar. Kupikir anggapanku adalah segalanya. Aku salah, menyerah adalah jawaban yang kupilih; meskipun sebenarnya aku masih ingin memperjuangkan kamu.

Aku terpaksa berhenti karena tugasku untuk mencintaimu kini telah menjadi tugas barunya. Hari-hariku yang tiba-tiba kosong dan berbeda ternyata cukup membawa rasa tertekan. Mungkin, ini berlebihan. Tentu saja kamu pikir ini sangat berlebihan karena kamu tak ada dalam posisiku, kamu tak merasakan sesaknya jadi aku.

Jika aku punya kemampuan membaca matamu dan mengerti isi otakmu, mungkin aku tak akan mempertahankan kamu sejauh ini. Jika aku cukup cerdas menilai bahwa perhatianmu bukanlah hal yang terlalu spesial, mungkin sudah dari dulu kita tak saling kenal. Aku terburu-buru mengartikan segala perhatian dan ucapanmu adalah wujud terselubung dari cinta. Bukankah ketika jatuh cinta, setiap orang selalu menganggap segala hal yang biasa terasa begitu spesial dan manis? Aku pernah merasakan fase itu. Aku juga manusia biasa. Kuharap kamu memahami dan menyadari. Aku berhak merasa bahagia karena membaca pesan singkatmu disela-sela dingin malamku. Aku boleh tersenyum karena detak jantungku tak beraturan ketika kamu memberi sedikit kecupan meskipun hanya berbentuk tulisan.

Aku mencintaimu. Dulu. Mengetahui kamu tak memilihku adalah hal paling sulit yang tak bisa kumengerti. Aku masih belum mengerti. Mengapa semua berakhir sesakit ini? Aku sudah berusaha semampuku, menjunjung tinggi kamu sebisaku, tapi di mana perasaanmu? Tatapanmu dingin, sikapmu dingin, dan aku dilarang menuntut ini itu. Aku hanya jadi pelampiasan.

Jika kamu ingin tau, aku kesesakan dalam status yang menyedihkan itu. Aku terkatung-katung sendirian. Meminum asam dan garam, membiarkan kamu meneguk hal-hal manis. Begitu banyak yang kulakukan, mengapa matamu masih belum terbuka dan hatimu masih terlihat ragu?

Sejak dulu, harusnya tak perlu kuperhatikan kamu sedetail itu. Sejak pertama berkenalan, harusnya tak perlu kucari kontakmu dan kuhubungi kamu dengan begitu lugu. Sejak tau kehadiranmu, harusnya aku tak menggubris. Aku terlalu penasaran, terlalu mengikuti rasa keingintahuanku. Jika dari awal aku tak mengenalmu, mungkin aku tak akan tau rasanya menjatuhkan air mata di pipi. Semua berlalu dan semua cerita harus punya akhir. Ini bukan akhir yang kupilih.

Iya. Aku bodoh. Puas?
Bodoh karena terus mempertahankan pria yang tak punya hati.


Rabu, 15 Maret 2017

Jika Aku Tak Berbeda

Di ujung malam seperti ini, perempuan pada umumnya sudah berada di tempat tidur. Menarik selimutnya sampai menutup bahu untuk menghindari dingin malam yang mencekam. Ini salahku jika sampai saat ini aku belum terpejam, aku selalu sulit mencari kantuk. Entah mengapa sulitnya mencari kantuk sama seperti sulitnya memahami keinginanmu. 

Saat menulis ini, aku habis memerhatikan isi kicauanmu bersama seseorang yang tak kukenal. Seseorang yang tampak mesra denganmu, dalam tutur kata, entah dalam dunia nyata. Aku menebak-nebak dan karena teka-teki itulah aku jadi terluka parah. Seharusnya tak perlu ku ikuti rasa keingintahuanku. Tak perlu lagi kucari-cari kabarmu dari sudut dunia maya itu, tempat segala kemesraan bisa terjalin tanpa ku tau.

Begitu cepat kamu melupakaku Mas. Sementara di sini, aku masih menunggu kamu pulang. Aku tak temukan tangis dalam hari-harimu, nampaknya setelah perpisahan kita, kamu terlihat (sangat) baik-baik saja. Tak ada luka. Tak ada kegalauan. Tak ada duka. Kamu masih bisa tertawa, aku tak tau pria macam apa yang dulu pernah kucintai dengan sangat hati-hati ini.

Hampir setiap malam atau bahkan setiap saat, aku masih sering merindukanmu. Mengingat betapa dulu kita pernah baik-baik saja. Aku pernah kamu bahagiakan, kamu beri senyuman, kamu buat tertawa, juga terluka. Pada perkenalan kita dua tahun yang lalu, kamu seperti menahanku seakan memberitahu bahwa kamu tak ingin melepaskanku. Kamu memperhatikanku dengan gilanya. Saat itu, aku merasa begitu spesial, merasa begitu penting bagimu. Dan, inilah salahku, mengharapkanmu yang terlalu tinggi. 

Saat ini aku memang masih merindukanmu. Tapi, sisa-sisa rasa sakit itu masih ada. Aku belum bisa menerimamu menjauh tiba-tiba seperti itu. Mengapa aku tak bisa menerima semua secepat kamu menerima perpisahan kita? Karena kamulah yang meninggalkanku lebih dulu, menghilang scepat kilat meninggalkan tanya yang sampai saat ini masih tak ku temukan jawabannya. Mas, sungguh aku tak paham maumu. Apa matamu begitu buta untuk melihat bahwa dulu, waktu masih bersamamu, hanya kamulah satu-satunya yang aku perjuangkan dan aku harapkan?

Ingat, kamu pernah bilang bahwa kamu tak akan meninggalkanku sendirian. Sebagai perempuan yang tentu senang diberi harapan, aku tersenyum. Kamu tau apa yang kurasakan saat itu? Rasanya aku tak pernah ingin kehilangan kamu, bahkan membayangkannya pun aku terlalu takut. Namun aku tak sadar, justru ketika kita bisa begitu mesra, bisa saja tiba-tiba kita berakhir.

Paginya, semua kebersamaan manis kita, yang kuinginkan bisa lebih lama itu, berakhir hanya dengan percakapan beberapa menit. Tiba-tiba, kamu bilang aku ini berbeda. Tiba-tiba kamu bilang aku tak memiliki kecocokan lagi denganmu. Tiba-tiba kamu katakan bahwa semua tak bisa lagi kita jalani. Kenapa baru sekarang kamu ucapkan bahwa kebersamaan kita tak akan bertahan lama? Selama ini kamu ke mana? Selama kamu begitu rajin bilang cinta dan sayang, bahkan rindu, apakah saat itu kamu tak menyadari perbedaan kita?

Jika aku tak merengek saat ditinggal mendaki, jika aku seperti 'perempuan pendaki' itu, jika aku tak berbeda seperti yang kamu bilang, apakah kamu akan tetap bersamaku? Ah, mustahil !


Belajar Melepaskan

Kamu mengenalkan namamu begitu saja, uluran tanganmu dan suara lembutmu berlalu tanpa pernah kuingat-ingat. Awalnya, semua berjalan sederhana. Kita bercanda, kita tertawa, dan kita membicarakan hal-hal manis; walaupun segala percakapan itu hanya tercipta melalui pesan singkat BBM. Perhatian yang mengalir darimu dan pembicaraan manis kala itu hanya kuanggap sebagai hal yang tak perlu dimaknai dengan luar biasa.

Kehadiranmu membawa perasaan lain. Hal berbeda yang kamu tawarkan padaku turut membuka mata dan hatiku dengan lebar. Aku tak sadar, bahwa kamu datang memberi perasaan aneh. Ada yang hilang jika sehari saja kamu tak menyapaku melalui dentingan chat BBM. Setiap hari ada saja topik menarik yang kita bicarakan, sampai pada akhirnya kita berbicara hal paling menyentuh; cinta.

Kamu bercerita tentang mantan kekasihmu dan aku bisa merasakan perasaan yang kamu rasakan. Aku berusaha memahami kerinduanmu akan perhatian seorang perempuan. Sebenarnya, aku sudah memberi perhatian itu tanpa kamu ketahui. Mungkinkah perhatianku yang sering kuberikan tak benar-benar terasa olehmu? Aku mendengar ceritamu lagi. Hatiku bertanya-tanya, seorang pria hanya menceritakan perasaannya pada wanita yang dianggap dekat.

Aku bergejolak dan menaruh harap. Apakah kamu sudah menganggap aku sebagai wanita spesial meskipun kita tak memiliki status dan kejelasan? Senyumku mengembang dalam diam, segalanya tetap berjalan begitu saja, tanpa kusadari bahwa cinta mulai menyeretku ke arah yang mungkin saja tak kuinginkan.

Saat berkenalan, kita tak pernah bicara banyak. Hanya sesekali memberi perhatian yang penuh arti. Ketika berbicara di BBM, kita begitu bersemangat, aku bisa merasakan semangat itu melalui tulisanmu. Sungguh, aku masih tak percaya segalanya bisa berjalan secepat dan sekuat ini. Aku terus meyakinkan diriku sendiri, bahwa ini bukan cinta. Ini hanya ketertarikan sesaat karena aku merasakan sesuatu yang baru dalam hadirmu. Aku berusaha mempercayai bahwa perhatianmu, candaanmu, dan caramu mengungkapkan pikiranmu adalah dasar nyata pertemanan kita. Ya, sebatas teman, aku tak berhak mengharapkan sesuatu yang lebih.

Aku tak pernah ingin mengingat kenangan sendirian. Aku juga tak ingin merasakan sakit sendirian. Tapi, nyatanya....

Perasaanku tumbuh semakin pesat, bahkan tak lagi terkendalikan. Siapakah yang bisa mengendalikan perasaan? Siapakah yang bisa menebak perasaan cinta bisa jatuh pada orang yang tepat ataupun salah? Aku tidak sepandai dan secerdas itu. Aku hanya manusia biasa yang merasakan kenyamanan dalam hadirmu. Aku hanya perempuan yang takut kehilangan seseorang yang tak pernah aku miliki seutuhnya.

Salahku memang jika mengartikan tindakanmu sebagai cinta. Tapi, aku juga tak salah bukan jika berharap bahwa kamu juga punya perasaan yang sama? Kamu sudah jadi sebab tawa dan senyumku, aku percaya kamu tak mungkin membuatku sedih dan kamu tak akan jadi sebab air mataku. Aku percaya kamulah kebahagiaan baru yang akan memberiku sinar paling terang. Aku sangat mempercayaimu, sangat! Dan, itulah kebodohan yang harus kusesali.

Ternyata, ketakutanku terjawab sudah, kamu menjauhiku tanpa alasan yang jelas. Kamu pergi tanpa ucapan pisah dan pamit. Aku terpukul dengan keputusan yang tak kamu sampaikan padaku, tapi pantaskah aku marah? Aku (mungkin) tak pernah jadi siapa-siapa bagimu, mungkin aku hanya persinggahan; bukan tujuan. Kalau kamu ingin tahu, aku sudah merancang berbagai mimpi indah yang ingin kuwujudkan bersamamu. Mungkin, suatu saat nanti, jika Tuhan izinkan, aku percaya kita pasti bisa saling membahagiakan.

Aku tak punya hak untuk memintamu kembali, juga tak punya wewenang untuk memintamu segera pulang. Masih adakah yang perlu kupaksakan jika bagimu aku tak pernah jadi tujuan? Tidak munafik, aku merasa kehilangan. Dulu, aku terbiasa dengan candaan dan perhatian kecilmu, namun segalanya tiba-tiba hilang menguap, bagai asap rokok yang hilang ditelan gelapnya malam.

Aku harus belajar tak peduli, belajar memaafkan, juga merelakan.


Sama Saja

Kamu datang membawa banyak harapan, membawa banyak janji lewat bisikan. Kamu hangatkan hatiku yang dingin dengan sesuatu yang kamu sebut cinta. Kamu genggam lembut perasaanku dengan sesuatu yang kamu sebut kisah nyata. Lalu, sosokmu masuk dalam hidupku; membawa warna berbeda dalam hari-hariku.

Aku sudah bosan dengan mata bengkak karena menangis, sudah bosan melamun karena disakiti, dan sudah bosan merasa lelah karena terlalu sering dibuat menunggu. Kamu kembali bisikan sesuatu lagi di telingaku, "Aku tidak akan seperti dia." Kamu selalu mengaku begitu, kamu berjanji tak akan meninggalkanku seperti beberapa orang yang lebih dahulu datang ke dalam hidupku.

Mas, aku begitu mempercayaimu. Ketika kamu datang membawa sesuatu yang menarik, mataku terlalu silau untuk mengawasi gerak-gerikmu. Pesonamu terlalu berkilau hingga membuatku buta segala. Hatiku kamu kendalikan, perasaanku kamu eratkan, dan hatiku kamu permainkan. Pelan-pelan, kamu semakin masuk ke dalam hidupku, kamu juga terlibat dalam nasibku. Kita semakin dekat karena percakapan-percakapan manis di Chat BBM, juga sebab kata-kata manismu dalam setiap obrolan bodoh kita di pesan singkat.

Suaramu mengalir di telingaku setiap malam. Menghujaniku dengan kata sayang, mengangkatku dengan kebahagiaan yang kamu janjikan, dan membawaku terbang ke mimpi-mimpi yang pernah kita rancang dengan begitu teliti dan teratur. Hadirmu membuat aku percaya bahwa cinta tak melulu soal air mata. Aku begitu mudah merasa nyaman denganmu, begitu mudah merasa bahwa kamu adalah pengobat lukaku. Kuikuti permainanmu, permainan yang tak kuketahui peraturannya. Aku masuk tanpa persiapan, ketika kamu bawa aku berlari, berjalan, dan berhenti; aku masih tetap merasa baik-baik saja. Padahal, diam-diam, kamu sedang merancang sesuatu. Sesuatu yang ujung-ujungnya malah menyakitiku.

Kamu pernah berjanji, suatu hari nanti hanya kamulah yang bertahan bersamaku. Kamu pernah berkata, bahwa kamu akan terus bersamaku. Kamu pernah menjanjikan kita yang bahagia, yang nyata, yang tanpa luka. Tapi, nyatanya? Kamu mengikari janji-janji yang sempat membuatku berharap lebih. Ingat dengan semua janji yang pernah kamu ucapkan? Atau kamu mendadak Amnesia dengan janji kamu sendiri?

Kamu sama saja Mas. Sama seperti yang lainnya, yang memilih pergi; saat aku sedang cinta-cintanya. Tega sekali !


Sabtu, 25 Februari 2017

Bila Sudah Biasa

Ingat saat dahulu kamu dengan malu-malu  bilang cinta? Aku seperti benar-benar hidup didunia. Bagaimana tidak? Sebelum itu, aku hanya bisa mengintip wajahmu dari kejauhan namun tiba-tiba kamu sudah sedekat pelukan.

Ingat saat dahulu setiap waktu kamu menatapku? Saat itu, hidupku hanya berisikan bunga-bunga merah jambu. Asal kamu tau bahwa jatuh hati padamu adalah jatuh yang paling indah, tidak semenyakitkan jatuh dari sepeda. Hingga, setiap hari aku begitu ingin jatuh berkali-kali.

Ingat saat dahulu ketika kamu bilang senyumku selalu berhasil mendebarkan jantungmu? Aku jadi ingin terus tersenyum. Agar debaran itu hanya untukku. Agar hanya aku yang memiliki rasamu.

Ingat saat dahulu kamu mengirimku pesan setiap saat? Selalu ada ucapan yang menyejukkan di pagi hari, dan ucapan yang menghangatkan di malam nya.

Ingat saat dahulu kamu menelponku setiap malam? Menanyakan bagaimana kabarku, apa saja rutinitas yang aku lakukan dari pagi hingga sore, menyuruhku agar tak telat makan, berkata rindu selalu. Ah, rasanya aku perempuan paling bahagia di dunia.

Bagiku, dahulu indah. Membuatku lupa, bahwa ketika 'dulu' sudah berlalu. Semua tak akan sama (lagi). Karena aku baru ingat bahwa 'saat ini' pasti datang juga.
Saat dimana, jangankan menatap, tersenyum pun tak sempat. Saat dimana mengabari saja susah, apalagi untuk bercakap diujung telepon berjam-jam. Tak ada lagi aku yang ingin tersenyum setiap saat agar debaran jantungmu ribut berebut tempat. Saat itu juga hilang entah kemana.

Waktu, haruskah seperti itu? Berlari secepat yang kau bisa, hingga mengusangkan saat-saat yang indah. Waktu, tak bisa kah kembali ke masa 'dulu' saat semuanya baik-baik saja? Ayolah, aku rindu dia juga 'dulu'.

Dulu, semua cerita jadi seru. Bahkan meskipun itu tentang tugas akhirmu yang membuat penat, meskipun itu tentang keluhanmu saat hujan dan tempat kerjamu, meskipun itu tentang rewelanku saat ditinggal ke gunung olehmu. Sepele, iya hanya cerita sepele seperti itu yang akan terus berlanjut menjadi sejarah yang tak di buku kan. Lalu, saat ini apakah kita sudah kehabisan cerita? Tak adakah cerita seru lain yang menggantikan keheningan ini? Apa tak ada lagi cerita seru yang dulu sering kita bicarakan hingga larut malam? Sudah basi kah?

Kita lebih banyak membungkam suara daripada bercerita. Kita lebih sering memendam seluruh rasa daripada berkata. Kita lebih memilih menjadi asing daripada bercanda hingga bising.
Tak ada senyum yang mendebarkan, tak ada cerita yang menyenangkan, tak ada kita, tak ada dirimu, tak ada hari yang semeng-asyik-kan seperti dulu.

Kini tak ada lagi kamu yang menelponku setiap malam hanya sekedar berkata rindu. Tak lagi pesan penyemangat darimu. Tak ada lagi piring yang menjadi 'tempat pembuangan' sayuran yang tak aku makan. Tak ada lagi punggung tempatku bersembunyi dari hujan. Tak ada lagi kamu yang melirik spion motor saat menunggu lampu merah. Iya, sekarang tidak lagi dan sialnya aku setengah mati merindukan itu.

Kini semua bukan lagi tentang kita. Tokoh utamanya bukan lagi aku dan kamu, tapi hanya tentang dirimu. Iya, kamu dengan segala kesibukan yang berlalu lalang mengalihkan dirimu. Ah, aku baru tau bahwa manis bisa berubah jadi hambar tak memiliki rasa. Aku baru tau bahwa cinta juga bisa kadaluwarsa (Memangnya cintamu buatan pabrik mana bisa kadaluwarsa secepat ini?).

Sayang, aku tak menyalahkan dirimu jika kita tak se-asyik dulu. Mungkin aku yang membosankan. Mungkin kamu jenuh berjalan bersamaku. Mungkin duniamu lebih menyenangkan. Mungkin tujuanmu bukan aku, aku hanya figuran yang diajak berlari dan ditinggalkan ditengah jalan. Iya, kamu tak mengajakku sampai akhir. Kamu berhenti meninggalkanku dan berlari tanpa ada aku.
Dan aku telah sampai pada masa yang paling menakutkan ini; masa dimana senyumku tak lagi mendebarkan jantungmu dan tertawamu bukan lagi untukku.

Kalau sudah begini, jangan salahkan aku jika keacuhanmu membuat rasaku makin terkikis (hampir habis). Jangan tanya kenapa aku bisa berubah seperti sekarang. Jangan tanya kenapa dan ada apa.
Suatu hari jika kamu protes dengan diamku, jangan membenciku karena mungkin aku akan bertanya tentang kemana saja dirimu? Tentang aku yang tak pernah protes walau tak pernah jadi prioritas bagimu. Tentang mengapa disaat ku diam, dirimu mulai menyadari dan bertanya-tanya.

Siapa tau, sebentar lagi akan kita temui rasa selanjutnya. Masa yang lebih menyeramkan. Ketika kita akhirnya ikut kadaluwarsa juga. Ketika semua rasa akhirnya terasa biasa saja. Ketika aku mulai terbiasa tanpamu. Ketika ragamu masih bersamaku, tapi hati kita tak lagi jadi tempat yang dirindukan untuk segera pulang.

Sayang, aku pernah baik-baik saja sebelum mengenalmu, aku pernah bahagia sebelum bersamamu, aku pernah tertawa lepas sebelum bertemu denganmu. Tenang saja, jika memang Tuhan menginginkan kita untuk terus bersama, tak ada yang tak mungkin kan? Sejauh apapun kamu melangkah pergi, sekeras apapun kamu mencoba lepas, jika Tuhan ingin kita bersama, kita akan tetap bersama.


Kamis, 23 Februari 2017

Semoga Aku ...

Karena aku sangat mudah untukmu.

Kamu tidak perlu lelah berjuang, sebab aku tidak mungkin sampai hati membiarkan orang yang ingin memperjuangkanku berjuang sendirian.

Kamu tidak perlu repot membuat dirimu diterima, sebab aku selalu bersedia mengambil tanggung jawab untuk lebih dari menerima; memaafkan, melupakan, bahkan melepaskan.

Kamu tidak perlu pusing memikirkanku, sebab aku sungguh selesai dengan diriku sendiri, sebab masa depanku adalah rangkaian rencana yang bisa diganti, sebab ambisiku selalu (hanya) sekeras tangan yang menggenggam pasir, secukupnya mencukupkanku.

Kamu tidak perlu khawatir tentang apapun, sebab aku bisa mengikutimu kemanapun, aku bisa diajak berjalan, berlari, merangkak, aku bisa bertahan pada segala musim dan cuaca, bisa berteman dengan segala rasa.

Karena aku sangat mudah untukmu
Semoga kamu merasakannya, bahwa mudah didapatkan belum tentu tak berharga, justru itu adalah suatu hal indah yang setia padamu.

Semoga aku berarti untukmu.
Semoga.


Rabu, 22 Februari 2017

Sebagian Kecil

Kita ini siapa?
Kenapa mendadak tak enak begini?
Sebelum-sebelumnya kita ini hanya dua orang asing yang kemudian sok-sokan akrab, menceritakan ini itu, berpura-pura dekat, mencoba saling terpikat, seperti itu saja kan?

Lalu apa yang aku ributkan?
Tak masalah kan kalau kau menjadi asing kembali?
Menjadi tak akrab lagi, tak bercerita ini itu lagi, berpura-pura tidak pernah dekat, berpura-pura tidak pernah terjadi apapun, dan perlahan menghilang.

Bukankah itu hakmu?
Memangnya aku siapa berani-beraninya menuntut segala hal padamu?
Mungkin aku hanya sebagian kecil dari orang-orang yang perhatikanmu, teman ceritamu, tempat kamu berbagi, tak lebih dari itu.


Tidak Lagi

Kita tidak lagi saling bicara.
Entah siapa yang salah. Aku yang tak berani memulai, atau memang kau yang enggan menyapaku lagi.

Kita tidak lagi saling bicara.
Dan kau tau, sialnya aku malah merindukan saat kita bertengkar. Setidaknya aku menangis karena suatu alasan. Sedang saat ini, aku sendiri tak paham kenapa aku menangis. Bukankah kita tidak lagi saling bicara? Bukankah kau tidak menyakitiku? Tapi kenapa rasanya lebih menyakitkan?

Kita tidak lagi saling bicara.
Tapi kenapa perasaanku untukmu masih sama? Tak berkurang sedikit pun.

Kita tidak lagi saling bicara.
Kenapa?
Ke-na-pa?
K E N A P A ?


(Bukan) Aku

Sepertinya aku tak jadi yang paling dicari lagi
Iya, aku tak berkabar berhari-hari pun
Tak ada yang mencari

Sepertinya aku tak jadi prioritas lagi
Iya, sekarang entah menjadi yang keberapa
Kedua? Ketiga? Ke-sekian?

Sepertinya aku tak jadi yang selalu dirindukan lagi
Iya, mungkin rindunya bukanku lagi
Rindunya mulai pudar?

Sepertinya aku tak jadi tempatnya bercerita lagi
Iya, aku tak semenarik itu
Padahal telingaku selalu ingin mendengar ceritanya

Sepertinya aku tak jadi alasan untuk tersenyum lagi
Iya, aku tak secantik mereka
Dandan saja tak pernah

Sepertinya aku tak jadi tujuannya lagi
Iya, aku menjadi persinggahannya
Diseberang sana mungkin ada tujuan lain
; bukan aku